Friday 15 June 2018

Ada Cinta di SMA : Bab 15 ~ End-Year Honeymoon in Dieng​

Pagi itu, gue terbangun mendengar suara ayam berkokok. Gue menoleh ke ranjang sebelah. Ternyata Roy sudah lebih dulu terbangun. Gue raih ponsel di samping gue. Oh, ternyata masih jam 6. Gue raih selimut, dan menariknya hingga ke wajah.

Saat asik ngedusel di dalam selimut, gue merasa ada seseorang yg rebahan di samping gue. Gue santai saja karena merasa Roy pasti akan tidur lagi.

Tapi, kok tangannya mulai meraba pantat gue?

Njing, sejak kapan dia jadi homo gini? Najis dah.


Tangan itu mulai merambat ke atas. Ke punggung gue. Hingga ke tengkuk gue.

Ah, paling ini Roy lagi ngisengin gue.

Tapi kenapa tangannya halus sekali? Jangan-jangan ia berendam semalaman di kolam air panas? Sehingga kulitnya mendadak mengelupas semua?

Gue terkejut, saat gue merasa telinga gue ditiup pelan. Gue bergidik kecil. Gue langsung menendang selimut di tubuh gue, dan ternyata Angel sudah duduk bersila di samping gue. Wajahnya awut-awutan. Khas cewek yg lagi bangun tidur.

Tapi justru cantik banget kalo lagi bangun tidur.

[​IMG]
Angel


Gue lirik matanya. “Kenapa?”

Dia hanya mengulum bibir bawahnya. “Enggak. Nggak kenapa-napa.”

“Lha terus? Ngapain elo disini?”

“Iseng aja. Lagian yang lain udah pada jalan pagi. Eh taunya, elo masih asik disini. Gatahan dingin?”

“Males aja gue.” Jawab gue singkat.


Gue lalu berusaha bangkit, dan mengolet sejenak. Kemudian menuju kamar mandi untuk cuci muka, lalu kembali menghampiri Angel, yg kali ini sedang menggigiti ujung kukunya.

“Ih, kayak anak kecil aja lo. Sarapannya udah ada?”

“Udah. Tuh, di meja.” Katanya lagi, masih sibuk dengan ujung jarinya.

“Yaudah, gue ke sana dulu ya.”


Gue lalu melangkah keluar dari kamar. Gue ambil sepiring nasi dan lauk yg telah disiapkan oleh teman-teman gue, lalu melangkah keluar dan duduk di kursi panjang depan vila.

“Gila. Dingin banget bor.” Gumam gue, sambil menyeruput teh panas.

“Kalo dingin ya diangetin dong.”

Gue kaget dan menoleh ke arah sumber suara. Ternyata si Rara.


“Lah. Udah bubaran? Masih jam segini padahal.”

“Engga. Gue mau pipis dulu. Habis ini masih lanjut kok. Anak-anak ada di bawah, katanya mereka nemu sungai kecil yg airnya seger banget.”

“Lha terus, kenapa balik ke sini lagi? Mendingan pipis di sana aja dah.”

“NJIR, GUE CEWE BEGO.”

“Lha terus?”

“Ntar kalo pada ngintipin gimana?”

“Yaelah, siapa juga yg mau ngintipin elo.”

Dan selanjutnya, gue ditabok menggunakan botol minumnya. Sialan.

“Dah, gue ke dalem dulu.” Gue hanya menganggukkan kepala pelan.


Gue kembali menikmati sarapan kecil gue, sambil mengecek notifikasi di ponsel gue. Syifa masih belum membalas. Siapa sih dia? Kenapa tiba-tiba ngeWhatsapp gue? Lagian, dia dapet nomer gue darimana.

“Udah, ra?” tanya gue begitu melihat Rara muncul dari dalam rumah.

“Heem. Elo jangan curi-curi kesempatan pas lagi berduaan sama Angel gini. Dah ya, kalo mau nyusul WA gue aja.” Katanya sambil ngacir.

Gue hanya menggeleng-gelengkan kepala. Curi kesempatan? For what?


Setelah sarapan gue habis, gue berniat masuk ke dalam untuk mencuci piring. Saat tiba di dapur, gue merasa suasana vila itu hening sekali.

“Angelll?” panggil gue, mencoba mencari teman gue itu. Tak terdengar jawaban.

Setelah selesai mencuci piring, gue mencoba mencari Angel di kamar gue. Nihil. Gue cari di kamarnya, nihil juga. Set dah, kenapa dia bisa ngilang gini? Jangan-jangan kesurupan roh penunggu vila ini? Hahaha.

Gue cek setiap sudut rumah itu, dah akhirnya gue tiba di pemandian air panas. Gue dorong pintunya ke samping, dan gue melangkah masuk ke dalam.


“Ck, disini juga gak ada.” Gumam gue, kemudian berbalik badan akan melangkah keluar. Saat akan menutup pintu, tiba-tiba lengan gue ditarik ke dalam ruangan itu. Gue sontak kaget dan secara naluriah gue menjejakkan kaki gue, mencoba melawan. Tapi ternyata, dia adalah Angel.

Yang hanya mengenakan handuk di tubuhnya.

“Ck, gila lo yah. Bikin gue kaget aja.” Semprot gue kepadanya, yg hanya dibalas cengiran kecil.

“Ayok, mandi bareng.”

“Ogah ah, ntar dikira gue mesum lagi.”

“Yah, kan elo emang mesum. Hihihi..” balasnya sambil menjulurkan lidah. “Ayo dong relll, pliss” rengeknya, sambil tangannya melingkar di lengan gue. Payudaranya menekan lengan atas gue. Gila, lama-lama gue horny juga.


Gue pura-pura nggak ngerti dan menolak memandangi wajahnya. Dia pun tidak berhenti mencoba merangsang gue. Kali ini, dia menghembuskan nafasnya di telinga gue. Tangannya juga mulai meremas kecil penis gue dari balik celana boxer yg gue kenakan.

“Apa sih, Ngel. Gue nggak mau..”

“Ya Tuhann.. Nggak mau kenapa sih?? Gak baik loh nolak rezeki..” jawabnya, sambil menempelkan dahinya di dahi gue. Hidung kami saling bersentuhan. Tatapan matanya tajam, namun gue mengerti kalo dia sedang mencoba merayu gue.

“Gue nggak mau melampiaskan nafsu gue ke sahabat gue sendiri.” Bisik gue.

“Kan gue juga sama-sama mau. Ya rel ya.. plisss. Sekali inii aja. Yaa?” Balasnya, masih saling berbisik-bisik.


Gue berpikir sejenak. “Hfftt.. yaudah deh.” Kata gue yg disambut ciuman kecil dari Angel di bibir gue. “Tapi, no ML.”

“Ha?” tanyanya dengan sedikit mengernyitkan dahi. “Nggak sekalian dienakin aja?”

“Kalo elo emang beneran mau sama gue, harusnya elo juga mau ngertiin perasaan gue.” Kata gue dengan sedikit penekanan pada kata-kata terakhir.

Dia nampak sedikit kesal, namun akhirnya ia tersenyum kecil. “Yaudah deh, daripada engga dapet apa-apa.” Jawabnya sambil melingkarkan tangannya ke leher gue. Gue yang sudah tidak tahan melihat wajah imutnya, langsung mendorong tubuhnya hingga kami sama-sama terjun ke kolam air panas itu, meskipun dalamnya hanya sekitar setengah meter.

Baju gue basah semua.


“Goblok, gue belum lepas baju. Tuh ‘kan jadi basah semua.” Omel gue kepada Angel yg hanya tertawa memandangi tubuh gue.

“Udah, ntar gampang. Sekarang lepas aja tuh bajunya.”

Gue pun menurut. Gue angkat kaos gue dan memelorotkan boxer gue, sehingga kini hanya tinggal celana dalam gue.

“Loh, itu celana dalamnya sekalian.”

“Emoh, kamu aja.” Ujar gue dengan intonasi yg gue buat seimut mungkin.

“Huuu maunya..” katanya manyun, kemudian memelorotkan pelindung terakhir di tubuh gue. Dan kini tubuh kami sama-sama telanjang di dalam air.


“Dih, punya lo dah tegang gitu. Dah lama nggak dikeluarin ya?” tanyanya sambil cekikikan.

“Lah, mirror ya. Puting elo daritadi udah mencuat gitu, dah lama nggak dielus sama mantan lo ya. Padahal baru kapan itu putus. Kurang belaian nih?” balas gue sambil menggodanya.

Angel langsung meraih penis gue dan mencubit ujungnya, menariknya dengan kasar. “Nih balesannya kalo suka ngeledikn gue. Enak?”

“Duh duh duh, ampun sayangg. Janji enggak lagii..” kata gue sambil merintih pelan. “Mending sama-sama dienakin kan?” kata gue lagi sambil mengedipkan mata ke arahnya.

“Enakin gimanaa?” tanyanya sok polos.


Gue tiba-tiba menemukan akal. “Diginiin nih!” ujar gue sambil dengan cepat mencolok lubang vaginanya dengan jari tengah gue.

“Ahhhh...” desahnya dengan keras.

Gue lalu mulai mengobel vaginanya. Awalnya hanya satu jari, lalu gue coba memasukkan 2 jari. Masih sempit banget gila! Wajar sih, masih SMA juga hehe.

“Mmmpphhh..rell. Agresif bangeett sihh..” katanya sambil menahan mulutnya agar tidak mendesah terlalu keras.

“Abisnya body lo indah banget..khilaf deh gue.” Balas gue sambil terus mengocok vaginanya. Angel membalasnya dengan meraih ujung penis gue kemudia mengocoknya. “Nih rasain.”


Gue reflek mendongak ke atas, menikmati perlakuan Angel di ujung penis gue. Awalnya di ujungnya, lama kelamaan merembet hingga ke dua bola dibawahnya.

“Ssshhh.. jangan cepet-cepet. Ntar gue bisa keluar. Awww..” jerit gue saat dia mencubit kecil ujung penis gue. Dia tertawa dengan tatapan menghina.

“Ini nih. Yang sukanya main sama Sasa. Hihihi..”

“Apaan sih bawa-bawa Sasa.”

“Biarin.” Ujarnya sambil menjulurkan lidahnya. Kemudian ia berpindah posisi. Ia duduk di tepian kolam kecil itu. Kakinya masih berada di dalam air. Ia mengangkang.


“Wanna try, baby?” katanya dengan nada centil, membuat gue harus bersusah payah menahan gejolak di otong gue.

“Let see..”

Gue lalu menundukkan kepala di depan vaginana. Gue lihat vaginanya masih mulus, belum ada gelambirnya. Tanpa banyak cingcong lagi langsung gue jilat bibir vaginanya yg masih lurus itu.

“Oohhhh...sshhh...nakal banget sih relll..mmmhhh” racaunya sambil menjambak rambut gue. Bukan menjambak sih sebenarnya, tapi seperti menarik-narik kecil ujung rambut gue.

Gue semakin bernafsu mendengarnya, gue percepat gerakan lidah gue. Terkadang ujung lidah gue mencoba menelusuri dinding vaginanya.

Angel hanya bisa menggigit bibir bawahnya sambil sesekali meracau. Wajahnya sudah benar-benar merah. Bulir-bulir keringat mulai membasahi wajah dan tubuhnya.

“Relll...jangan cepet-cepet napaa..guee udah becekkk nihh...sshhh..”

“Udah diem aja sayangg.. nikmatin aja okee??”

“He’ehh..”


Gue mencoba meningkatkan tempo permainan. Jari telunjuk gue mulai meraba klitorisnya, menambah efek rangsangan kepada Angel.

Benar saja, dia mulai menggeliat tak karuan.

“Ahh..rellll..guee udah mauu...” racaunya tak jelas.

“Hah? Mau apa sayangg?”

“Mmmpphh...guee..mau..keluarrrrrrr.....” katanya kemudian disertai dengan muncratnya air ke wajah gue, menandakan Angel sudah mencapai klimaks.

Angel nampak mencoba menguasai diri. Nafasnya masih tersengal-sengal.

“Giilakkkk...enak banget rell..” ujarnya dengan tersenyum lebar. Kemudian meraih leher gue dan selanjutnya bibr gue basah oleh bibir Angel. Kami kembali berciuman.

“Sepertinya kita harus bergerak lebih jauhh..” gumamnya.

“Ha? Jauh apanya?” tanya gue tak mengerti.

Angel lalu senyum-senyum sendiri seperti orang gila.


Tiba-tiba, dengan cepat ia membalikkan tubuh gue hingga kini gue yg terduduk di pinggir kolam. Angel sudah jongkok di hadapan gue. Kepalanya menunduk di depan penis gue.

“Halo dedek. Udah lama gak main yaa.. hihihi..” kata Angel sambil memukul kecil penis gue.

“Iya nih kak. Dah lama banget,, dedek dibantuin yaa..” ujar gue berlagak menjawab celotehan Angel.

Lalu penis gue mulai merasakan hangatnya rongga mulut Angel. Perlahan ia memasukkan kepala penis gue, menjilati sekeliling kepala penis gue, menjilati lubang kencing juga. Nikmatnya menjalar hingga ke kepala gue, sehingga gue hanya bisa merem melek menikmati sensasi itu.

Tangannya tak tinggal diam. Kantong zakar gue diraba-raba, dielus perlahan, lalu diremas-remas kecil untuk menambah rasa nikmat yg gue rasakan.

“Ssslllrrppp.. punya lo enak rell.. pas banget kenyalnyaa..”

“Ahhh..iya ngell..uhhhh..sepongan lo enak jugaa...”

Gue masih merem melek menikmati sensasi ini. Tangan gue yg mulai nakal pun meremas-remas payudara Angel yg tergantung bebas di depan gue. Gue pelintir kecil putingnya yg berwarna pink itu.

“Ihhh..jangan nakall..“

“Tapi suka kann??”


Angel membalasnya dengan mempercepat kocokan mulutnya di penis gue, membuat gue meraih pinggiran kolam dan mencengkramnya dengan erat.

Tak berselang lama gue merasakan penis gue yg mulai berkedut.

“Ngelll...kayaknyaaa gue mauu...ohhhh” kata-kata gue tenggelam oleh ejakulasi yg gue rasakan. Crot crot crot. NIKMAT COYYY..

Sperma gue muncrat ke dalam tenggorokan Angel, membuatnya sedikit tersedak. Tapi ia mecoba menelan seluruh sperma gue. Gue tersenyum kecil melihatnya.

“Enak, sayang?” kata gue sambil mengelap ujung bibirnya yg belepotan sisa sperma gue.

“Of course, dear.” Balasnya sambil tersenyum simpul.


Kita lalu kembali menceburkan diri ke dalam kolam. Saling membasuh tubuh kami. Padahal tubuh kami lagi “hot”, tapi malam nyemplung di kolam air panas. Hadehh..

Saat otong gue berada di dalam air, entah kenapa dia kembali bangun. Mungkin karena gue menikmati tontonan menarik di hadapan gue. Tubuh mulus Angel yg tanpa cela, putih mulus, dengan payudaranya yg menggantung bebas. Bulir-bulir air mengalir di sela-sela payudaranya yg berwarna kemerahan karena kepanasan.

“Yaelah. Baru juga keluar, udah bangun aja.” Nampaknya Angel sadar kalo ada sesuatu yg mengganjal di punggungnya.

“Sori. Dedek gue ga tau malu kalo lagi dapet tontonan gini hehehe..”

“Dedeknya apa yg punya juga...? Hihihi..”

Dia lalu membalikkan badan dan langsung menyerang bibir gue. Anjir, dia juga udan ‘on’ ternyata.


Gue ladeni ciumannya. Gue juga kembali mencumbu tubuhnya yg bener-bener bikin gue khilaf.

“Awwww, jangan keras-keras nusuknya.” Serunya saat gue mencolokkan 2 jari gue ke dalam vaginanya. “Pelan-pelan aja napa. Enak malahan.”

Gue mulai gerah berada lama-lama di dalam air. Gue lalu melepaskan tautan bibir kami, dan keluar dari dalam kolam. Angel pun melakukan hal yg sama. Dia berjalan ke arah tempat bilas. Lalu duduk disana, sambil mengangkangkan kakinya.

“Mau yg lebih enak, sayang?” tanyanya dengan wajah imutnya. Tangannya sengaja ditaruh di depan vaginanya, pura-pura menutupinya.

Gue tersenyum lebar.

“Kalo dikasih yg enak mana nolak.” Ujar gue sambil mendorong tubuhnya agar bersandar di dinding. Gue raih penis gue. Gue kocok sesaat agar benar-benar tegang maksimal. Lalu gue gesekkan di bibir vaginanya. Saat sudah menemukan liang peranakannya, gue mencoba mendorongnya secara perlahan. But shit, terdengar suara pintu terbuka.



“Oh, ternyata ada yang lagi enaena disini. Jangan diganggu dulu aja deh, hihihi.” Kata orang itu sambil menutup pintu, lalu terdengar suara langkah kaki menjauh.

Gue dan Angel hanya bisa saling berpandangan.


***


Sore itu adalah hari terakhir kami berada di vila tersebut. Karena besok dini hari, kami akan kembali ke Jogja.

Kita berencana menyiapkan sebuah api unggun di samping vila ini. Karena nanti malam kita berencana kumpul-kumpul bareng di sekitar api unggun, layaknya seperti saat persami.

“Daripada elo bengong mulu, mending bantuin kek. Berat nih.” Seru Farhan yg sedang membawa kayu-kayu yg ia temukan di belakang vila ini.

“Males dah. Ntar gue yg bawa bahan makanannya aja.”

“Cih, maunya yg gampang doang.” Cibir Farhan, lalu pergi lagi.


“Heii..”

Gue menoleh, dan melihat kak Sarah berjalan mendekat ke arah gue. “Kenapa kak?”

“Tumben elo ga gabung mereka. Lagi bete ya?”

Gue menggelengkan kepala. “Males aja kak.”

“Males apa capek gara-gara tadi pagi?” sindirnya yg membuat gue tersenyum malu.


“Gue nggak nyangka kalo kalian berani berbuat sejauh itu.” Katanya lagi, sambil memandangi wajah gue.

“Dianya aja yang mau.”

“Dan elo ga berusaha nolak?”

Yah, dianya maksa. Dan cowok juga bisa khilaf, kak.

“Yang enak mana boleh ditolak.” Jawab gue sekenanya sambil nyengir lebar.

“Dasar cowok, ya. Maunya enak mulu, tanpa mikirin perasaan cewe.” Katanya sambil memandang jauh ke depan.


“Cowok lo mana?” tanya gue sambil celingukan.

“Lagi ngebo. Semalem dia kuat 4x njir.” Jawabnya dengan santainya. Anjayy, frontal banget nih bocah.

“Yaelah, ternyata elo doyan maen juga.” Cibir gue.

Dia meringis kecil. “Kayak elo gapernah maen aja.” Katanya, sambil duduk di samping gue. “Btw, gimana nih progressnya sama Dea?”

Gue mengernyit kecil. “Hah? Kok Dea sih?”

Di tersenyum kecil. “Alah, gak usak sok-sokan gak ngerti. Gue udah tau kok. Kita semua udah tau..”

“Ha? Tau apaan?”

“Tau kalo Dea emang beneran suka sama lo. Keliatan banget dari tingkahnya, dari kedekatannya sama elo. Dia kayaknya care bgt sama lo, makanya kita mikirnya kalo kalian itu pas banget kalo jadian.” Jelasnya panjang lebar.

“Apaan sih, kak. Kita Cuma temen doang.” Jawab gue mencoba mengelak.


Emang bener sih, akhir-akhir ini Dea emang sering banget nemplek ke gue. Rara pun juga. Padahal dia biasanya jaim banget. Ah, tapi masa bodoh lah. Gue nggak mau terjebak dalam lingkaran friendzone, lagi.

Ya.. lagi.

Suasana mendadak hening. Hanya terdengar suara angin yg menerpa wajah kami dengan cukup kencang.


“Kak..” kata gue mencoba memecah suasana.

“Hmm?”

“Punya cowoknya enak gak?”

“HAH?” katanya memekik keras. Gue kaget dan langsung menoleh ke arahnya dengan pandangan bingung. “Enak apanya, rel?”

“Eh gak kak. Sori agak ngelantur.” Ujar gue sambil menunduk. Kak Sarah yg melihat gue salah tingkah dan muka memerah pun tertawa cekikikan.

“Enak kok. Dia bisa muasin kakak. Ehehehe.”

“Udah sering ya?”

“Ya nggak sih. Paling kalo lagi ga kuliah, atau kalo lagi kepengen doang..”

“Oh gitu..” kata gue.

...

Kembali sunyi.


“Kak.. mau nanya sesuatu. Tapi jangan marah ya..?” kata gue sambil takut-takut.

“Tumben nih jaim. Elo kesambet apa rel? Haha..Tanya aja gapapa.”

“Nnggg..anu..” gue sibuk merangkai kata, sambil menggaruk-garuk kepala. “Kapan itu kan, aku pernah..nnggg..nggak sengaja liat kakak lagi main.” Ucap gue dengan latah.

Dia diam sejenak. “Ya gapapa. Emang kenapa? Mau?” tanyanya sambil mengerling ke arah gue, yg gue balas dengan memanyunkan bibir.

“Bukan itu masalahnya. Tapii..”

“Tapi apa?”


“Mmm..gimana ya ngomongnya..ngg..kayaknya waktu itu, bukan pacar kakak deh.”

“Eh?” Muka kak Sarah mendadak memerah seperti kepiting rebus. Kakinya mendadak gemetar. Keliatan sekali kalo dia salah tingkah.

“Dia itu.. siapa?” tanya gue dengan polosnya.


“Eh, ituu...” dia nampak berpikir keras. “...temen kuliah gue.”

“Oh, gitu. Tapi kak, kok temennya sering banget ke kosan ya. Gonta-ganti lagi. Emang kakak jadi pe--..” kata gue, sebelum mulut gue dibekap oleh tangannya.

“Hush, ngaco nih. Enggak lah.” Katanya, masih dengan mulut gemetar.

Gue menghela nafas. “Yaudah deh kak. Maaf kalo gue jadi ikut campur gini.” Ucap gue.

“Santai rel.” Katanya, kemudian bangkit akan beranjak pergi. “Tapi tolong jangan bilang siapa-siapa ya. Pleaseee..” rengeknya. Gue hanya tertawa.

“Sogokannya apa nih?”

“Hah? Elo mau disogok?” tanyanya heran. “Jangan-jangan elo LGBT ya, suka disodok gitu?”

“KAMPRET, GUE MASIH WARAS YA.” Teriak gue, membuat kak Sarah berlari sambil tertawa cekikikan.

Sumpah, yaa..


***


Malam itu, kami semua berkumpul di sekeliling api unggun yg telah dinyalakan. Seonggok kayu menjadi bahan bakar api unggun ini agar dapat menemani waktu terakhir kami di Dieng ini.

“Hei, hei.. gue baru inget nih!”

Sontak semua pandangan mengarah ke Dea dengan tatapan heran.

“Apaan deh, yak.” Celetuk Andi sambil mengunyah sandwich yg entah darimana ia dapatkan.

Dea sempat melirik kecil ke arah Angel. “Waktu kita mau berangkat ke sini, ada yg udah janji mau jalan muterin vila Cuma pake underwear loh.” Katanya dengan bersemangat. Sontak para penghuni vila itu berteriak ricuh.

“Wah, mantep lahh. Gaskeunn ngell..”

“Mayan dah, udah hawanya seger, ditambah liat yg lebih seger..”


Angel yg merasa malu luar biasa, sempat melotot ke arah Dea, sebelum akhirnya ia menutup wajahnya di balik badan gue.

“Udah deh ngel. Kalo dah jani ya ditepatin dong. Hehe..” ujar gue dengan senyum semanis-manisnya. Tak sampai 2 detik kemudian tangan besarnya sudah mendarat di punggung gue, menabok dengan keras.

“Elo sih. Pake acara main ToD juga. Tuh, gue kan yg kena.” Katanya sambil merengut.

“Sett.. kenapa jadi gue yg salah? Yang ada kan elo yg minta Dare. Goblok..”

Angel mendengus keras. Kemudian ia bangkit dan berdiri di dekat api unggun, memandangi kita semua.


“Huuhh. Gue harus ngapain nih?” tanyanya centil sambil sedikit memanyunkan bibir. Ia menyampirkan anak rambutnya ke atas daun telinganya. Poninya ia biarkan terjuntai ke depan. Bajunya pun sedikit menerawang terkena cahaya api unggun. Membuat kami para cowok-cowok berusaha sekuat tenaga menahan birahi.

“Ya kayak yg elo bilang waktu di mobil.” Celetuk Roy sambil meringis.

Dia nampak diam sejenak, memandangi sekeliling. Kemudian dengan perlahan mengangkat tangannya ke atas, menarik kaosnya yg berwarna biru muda hingga terlepas. Membuat para teman-teman Angel langsung ricuh melihat kulit mulus Angel.

“Yuhuuu.. santapan malam nihh..”

“Anjeenngg putih banget. Enak cuyy..”

“Gila punya dia lebih gede dari punya gue.. parah nihh..”


Saking ricuhnya, wajah Angel terlihat merona merah yg sangat kontras dengan warna kulitnya yg putih bersih. Dia sempat melirik ke arah gue, yg kubalas dengan kedipan kecil.

“Udah deh ya. Gue malu anjirr..” ujarnya sambil menutupi dadanya yg masih terbungkus bra berwarna coklat tua. “Dingin cooyy astagaa..”

“Kalo dingin ya sini diangetin sama abang dong..” celetuk pacar kak Sarah, yg langsung dibalas dengan tabokan kak Sarah.

“Eh, elo muterin vila ini dulu lahh..” kata Dea, sambil mengacungkan hpnya ke Angel. Angel mengernyitkan dahinya, terlihat bingung.

“Hp lo kenapa dikasih ke gue?”

“Yaelahh.. elo muternya sambil bawa hp lah. Divideo juga. Masa’ ga direkam?”

“Anjay, kemaren gaada perjanjian harus direkam ya..” protes Angel. Namun akhirnya ia menurut. Toh ia merasa tak ada gunanya melawan. Karena teman-temannya emang nyebelin semua.


Lalu ia meraih ponsel Dea, kemudian menyalakan flash. Dan mulai berjalan dengan riang, yg tentunya sambil direkam hehe. Kayaknya ada jiwa eksib deh si Angel.

Saat gue akan mengambil minuman karena merasa tenggorokan gue gatal, tiba-tiba Dea menepuk pundak gue.

“Rel, ikut gue bentar.”

“Hah? Ngapain?”

“Udah, ikut aja.” Katanya sambil menggandeng tangan gue. Gue diajaknya agak menjauh dari tempat kami berkumpul tadi.


“Elo harus bisa mutusin, rel.” Katanya tiba-tiba dengan nada serius.

“Mutusin apa nih?” tanya gue sambil menggaruk kepala.

“Hmm..gini ya. Elo boleh aja main-main sama gue, tapi yg lain juga jangan dibuat mainan lah. Mereka itu diem-diem pada suka sama lo. Tapi elonya aja yg dikit-dikit nemplok sana sini.” Ujarnya sambil terus memegang tangan gue.

Duh, kok jadi rumit gini ya.


“Hmm..Dea, sori. Gue bingung harus ngapain. Kalian semua sama-sama deket sama gue. Tapi gue merasa I can’t choose one, I can’t..” jawab gue dengan sedikit menunduk. Gue melepaskan pegangan tangan Dea.

“Gue gak pengen milih salahsatu dari kalian. Karena nanti bakalan ada yg merasa tersakiti. Lo ngerti, ‘kan?” lanjut gue.

Dia nampak sedikit bergetar. Matanya terlihat sendu. Cahaya dari api unggun menyinari wajah Dea, yg nampak imut sekali malam itu. Gue mencoba menahan untuk tidak mencium bibir kecilnya yg sedikit merekah.

“Hahh..elo tuh ya emang selalu gitu.” Katanya pada akhirnya. “Elo harus lebih teges dong. Jangan mainin perasaan kita..”


“Iya deh iyaa..” jawab gue sambil tersenyum kecut. “Gue dari dulu emang selalu gini. Deket sama banyak cewek, dan tanpa sadar mereka ternyata baper sama gue.”

Lalu gue menoleh ke arah kerumunan teman kosan gue yg asik bersenda gurau sambil menyanyi-nyanyi tak jelas. Pandangan gue kosong.

Gue lalu kembali menatap Dea. “Dea..gue minta maaf ya, dulu pernah khilaf.” Kata gue sambil memegang lehernya, mengusapnya secara perlahan.


Dia lalu ikutan menatap gue. “It’s okay, rel. Gue waktu itu juga emang lagi butuh perhatian dari cowok. It’s okay.” Jawabnya dengan santai. Tapi entah kenapa gue merasa, ada sedikit keraguan di dalamnya.

“Mmmm, gue boleh nanya sesuatu?”

“Apa?” jawabnya.

“Elo...suka sama gue?”


***


Pagi itu gue terbangun setelah mendengar suara pintu balkon dibuka.

“Dah bangun rel?” tanya Dea yg sepertinya juga baru saja bangun. Ia mengenakan pakaian tidur tipis berwarna putih kelabu. Gue mengerjapkan mata beberapa kali.

Dan gue baru sadar.

“LAH? KOK GUE TIDUR DI KAMAR LO?!?!” pekik gue sambil melompat berdiri.

“Yah? Elo gainget?” tanyanya sambil tersenyum nakal.


Ha? Gue mencoba mengingat-ingat. Dan pada akhirnya gue malah tertawa sendiri.

Semalam gue mupeng banget. Jadinya gue nyelonong ke kamar Dea karena kamar yg lain pada dikunci semua. Saat menemukan Dea yg hanya mengenakan pakaian tidur tipis dan hotpants, gue langsung meloncat ke atas ranjang dan... you know lah hehe.

“Elo mah. Udah dapet enak masih aja pelupa. Gak kasian sama istri lo ntar?”

“Ya abisnya.. gue kalo bangun tidur emang jadi bego gini.”

“Elo tiap hari juga bego, Farrell..” katanya sambil memencet hidung gue. Ia lalu kembali ke balkon, memandangi pemandangan pagi yg indah itu. Langit agak mendung sepertinya.

Gue pun keluar kamar menuju dapur untuk membuat teh. Kemudian gue kembali lagi ke kamar dan memberikan teh itu kepada Dea.

“Tumben pengertian?” tanyanya sambil ngeledek gue.

“Gue gini-gini jjuga bisa care loh.”

“Care apaan. Cih.”


Lalu dia menyeruput teh gue, kemudian meletakkannya di bangku yg ada di balkon itu. Lalu ia berdiri di samping gue yg juga ikutan memandangi hamparan kebun hijau di depan vila ini.

[​IMG]
Dea

“Reelll..”

“Apaa?”

“Sekarang gue boleh gantian nanya?”

Gue melirik ke arahnya sambil menaikkan alis. “Kenapa?”

Dia nampak sedikit bingung merangkai kata. “Emmm..eloo, suka nggak, sama gue?”

Gue sedikit tersentak mendengarnya, tapi tetep berusaha stay cool hehe.

“Kok diem?” tanyanya lagi. “Nggak, ya?”


Gue berpikir sejenak.

“Suka sih suka. Sayang sih sayang. Tapii..” gue menahan ucapan gue sesaat. “...gue gak mau merusak pertemanan kita ini. Kadang gue merasa zona friendzone itu bener-bener nyakitin hati gue, tapi daripada kehilangan temen gue, mending gue berusaha menjaganya sebaik mungkin.” Ucap gue panjang lebar.

Dia nampak terkesima mendengar tuturan gue. Matanya sedikit berair.

“Thanks, rell..” katanya akhirnya. Kemudian dia menarik lengan gue hingga kami saling berhadapan. Gue sedikit menunduk karena memang gue lebih tinggi dari dia. Mata kami saling berpandangan cukup lama. Tangan gue lalu mengelus pipinya, sedangkan yg satunya mengelus rambut belakangnya.

“Sampai kapan kita harus begini ya?” tanyanya pelan. Matanya masih menatap gue dengan lekat.

”...”

“Sampai maut menjemput kita, mungkin?” tanya gue polos. Dea tertawa cekikikan mendengarnya.

“Gobs banget sih..” jawabnya centil. Kemudian ia menutup matanya, mendekatkan wajahnya ke arah gue, sedikit berjinjit agar wajah kita sama tinggi, dan kamipun saling menautkan bibir kami dengan penuh rasa sayang.


***


“Woyyy, ledengnya mati ya?”

“Lah, gue baru aja mandi. Bisa tuh.”

“Elo lupa buka krannya, kali!”

“Goblok, kan kran buat shower sama buat cuci tangan beda.”

“Oh iya. Hehe..”


Baru beberapa menit kami tiba di kosan kembali, suara ribut kembali terdengar. Emang ya, pertemanan tanpa keributan bakalan flat-flat aja hehe.

Gue masih santai-santai aja di dalam kamar. Menggonta-ganti channel TV. Meskipun dari luar terdengar alunan lagu dari kamar Roy yg terdengar hingga ke kamar gue, tapi itu tidak cukup untuk mengusir rasa bosan gue.

Gue mendehem keras. Lalu meraih ponsel gue. Gue lihat jam. Masih jam 2.


Gue cek panel notifikasi hp gue, tidak ada info yg penting. Tapi mata gue menatap pada satu notifikasi dari Instagram gue. Ada satu request following dari seseorang. Gue coba klik.

Lalu muncul sebuah akun Instagram seseorang. Gue coba stalk isi IG nya, dan anehnya gue merasa tidak asing dengan nama user itu.

Tiba-tiba gue terbesit sesuatu. Dengan cepat gue close IG dan beralih membuka Whatsapp gue. Gue buka kontak, dan mencari sebuah nama. Saat gue menemukannya, langsung gue buka Profile Picture miliknya.

Gue tersenyum sendiri.


“Oh, you found me.” Batin gue sambil tersenyum sendiri, melihat nama kontak Whatsapp itu.

‘Kak Caca’.

No comments:

Post a Comment