Friday 15 June 2018

Cerita SMA....33

FITRIANA RAHAYU

[​IMG]


LUH AYUANDARI

[​IMG]






Sore itu, hari pertama kami berada di desa Sembalun udara terasa sangat dingin. Pembagian tempat tinggal sementara pun sudah di tetapkan. Kelompok siswa cowok di tempatkan di satu rumah penduduk dan sudah pasti terpisah dengan penginapan cewek, walaupun lokasinya berhadapan dan kami masih bisa saling memandang walau hanya dari jarak jauh.

Ada satu norma adat disini yang tampaknya sangat dipatuhi oleh semua penduduk kampung, dan kami sempat menyaksikan sendiri walaupun menurut kami kebiasaan itu sedikit aneh. Disini apabila muda mudi sedang berjalan apabila berpapasan dengan lawan jenis yang bukan muhrimnya, maka sang lelaki harus mengalah berjalan di seberang jalan berlawanan dengan sang wanita. Begitu juga sebaliknya.

Tapi dengan adanya tradisi yang sudah turun temurun itu tidak malah membuat masyarakatnya menjadi terpecah ataupun menjadi kelompok kelompok. Justru dengan adanya tradisi tersebut membuat masyarakat desa menjadi sangat toleransi dan saling menghormati antar sesamanya.

Dan tiba tiba dengan adanya kehadiran kami yang notabenenya ‘ANAK KOTA’ membuat beberapa tetua adat seperti orang sedang mengangon bebek menjaga dan menasihati kami yang sudah terbiasa bergaul bahkan bercengkrama dengan lawan jenis seperti saling merangkul dan lain lain. Hahaha...

Seperti sore itu disaat kami sedang menunggu waktu makan malam dan silaturahmi dengan Kepala desa dan tetua adat desa setempat, kami yang belum punya jadwal kegiatan hanya menghabiskan waktu mengobrol bersama teman teman. Awalnya karena melihat teman temanku sedang asyik ngobrol dan bercanda di depan rumah tempat kami menginap akupun menjemput Triana yang katanya pengen jalan jalan menikmati suasana desa di waktu sore, mengurungkan niat kami dan lebih memilih untuk bergabung bersama teman temanku.

“Wuiihhh... Ada pasangan baru rupanya... Mentang mentang lagi jauhan sama pasangannya. Disini kesempatan buat selingkuh. Mesra banget berdua...” Surya menggoda aku dan Triana saat kami baru saja tiba.

“Jelas doong... Kesempatan sekecil apapun harus kita manfaatkan. Bener ga say..” Balasku sambil bertanya ke arah Triana.

“Iya doong... Masa Dian aja yang boleh mesra mesraan sama pak cik ini. Eyke juga mau dong... Iya ga Yank..” Jawab Triana sambil mengedipkan sebelah mata ke arahku dan memelukku dengan mesra.

“Hahaha... Gila kalian berdua, memang pasangan aneh. Padahal Triana temen deketnya Dian, malah pacarnya di embat.” Ranti membalas ucapan Triana sambil melemparkan kulit kacang ke arah kami.

“Wah... ga nyangka ya ternyata Triana ini PMP juga... Pren Makan Pren.. Hahaha..” Gek ikut menimpali.

“Aji mumpung lah... Mumpung unyil ini lagi mau ane modusin. Hehehe...” Ucapku langsung dibalas cubitan pelan ke arah pipiku oleh Triana.

Sore itu kami masih saja bercanda berlima bersama Surya, Gek, Ranti. Tak lama Hari dan Ayu ikut bergabung bersama kami kemudian disusul Wayan dan Arman.

“Minggir..!! Minggir..!! Kamu bukan muhrimnya, ga boleh duduk berdekatan begitu..!” Ucap Wayan mengusir Surya yang duduknya sedikit mepet ke arah Gek kemudian Wayan dengan santainya menjatuhkan pantatnya persis disebelah Gek dan langsung merangkulnya. PLAK...! Surya dengan gemas langsung memukul kepala Wayan.

“Kampret...!! Dateng dateng langsung maen rebut aja. Ane yang dari tadi duduk disebelah Gek aja belum dapet meluk. Lah.. dia yang baru dateng langsung maen rangkul aja” Sungut Surya. Wayan hanya tertawa terbahak bahak melihat Surya yang ngamuk ngamuk.

“Minggir... minggir... Kamu juga bukan muhrimnya..” Tiba tiba Arman mau mengikuti gaya Wayan dengan mencoba mengusirnya dan berusaha duduk diantara Wayan dan Gek, namun Wayan langsung dengan sigap menendang pantat Arman yang sedang bersiap duduk sehingga membuat Arman terjerembab jatuh dengan posisi bersujud.

Kami yang melihat kejadian itu langsung tertawa terbahak bahak.

“Setan...!! Pas giliran dia aja boleh...!” Maki Arman sambil mengusap lututnya.

Dan aktivitas kami sore itu sontak menjadi tontonan warga desa dengan pandangan aneh terhadap kami. Entah siapa yang melapor, tiba tiba saja bu Ainun dan Kepala Sekolah menghampiri kami dan menegur kami. Kata beliau bercandaan kami membuat risih warga desa dan beliau sempat di tegur oleh salah satu pemuka adat desa itu.

Kamipun langsung meminta maaf kemudian membubarkan diri, kebetulan juga saat itu sudah memasuki waktu sholat magrib dan kami yang muslim langsung beriringan menuju masjid untuk melakukan ibadah berjamaah.

Setelah melaksanakan ibadah sholat magrib, kami pun menuju Balai desa untuk menghadiri acara ramah tamah dan penyambutan oleh warga desa yang diwakili kepala desa dan beberapa tetua adat.

Setelah beberapa kata sambutan dari kedua belah pihak dan tak lupa nasihat tentang tata krama yang berlaku di desa ini acarapun ditutup dengan diundangnya kami untuk sama sama menikmati sajian santap malam.

Kami semua dikumpulkan di suatu rumah penduduk untuk bersama sama menikmati santap malam yang sudah disiapkan oleh siswa perempuan dan ibu ibu warga desa.

Yang namanya urusan makan berjamaah, siswa kelas kami langsung berubah jadi arogan. Tak peduli di depan kami ada bu Ainun, kepala sekolah ataupun kepala desa, kami langsung saling berebut makanan bagai anak ayam yang hendak diberi makan oleh peternaknya.

Saat sampai di tempat makan, aku yang sedikit terlambat datang karena terlebih dahulu merapikan dan mengamankan peralatan musik yang kami bawa agar tidak dimainkan atau disentuh orang lain. Bersama Arman dan grup band baru kami pun langsung mengambil piring dan nasinya.

Aku sempat menoleh kesana kemari mencari Triana. Maklum, badannya yang imut sedikit terhalang oleh beberapa temanku yang badannya lebih besar dari Triana.

“Eh... Yayangku mana ya...” Sahutku sedikit mengeraskan suara. Aku sengaja menyebut yayangku bermaksud sekedar becandaan saja.

“Yayang ente kan di rumahnya, emang kapan dia ikut kesini..?” Jawab Arman dengan lugunya.

“Yank... Sini...” Tiba tiba Triana memanggilku sambil tersenyum malu malu karena hampir semua mata tertuju kepadanya.

“Wah... wah... Udah mulai maen serong neh bocah dua... udah mulai maen yayang yayangan.. Awas pet... Di tau Dian abis ente..” Arman memperingatiku. Aku hanya senyum tak menghiraukannya dan terus saja berlalu menghampiri Triana.

“Eh yank.. kamu ngapain bawa piring lagi.. ini aku udah ambilin, kita makan sepiring berdua biar romantis... Hihihi...” Canda Triana. Aku langsung mengembalikan piring yang sudah aku bawa tadi.

Aku merasa kami sedang memainkan peran dan bersandiwara di depan teman temanku, karena mereka semua tahu aku dan Triana yang sudah sama sama memiliki pasangan. Ditambah Dian dan Triana sudah akrab seperti sahabat sehingga mereka tidak menganggap kami sedang serius.

“Romantis tapi lauknya ikan asin sama telur dadar dan indomie... Kalo mau romantis itu ajakin candle light dinner kek...” Goda Arman.

“Biarin... daripada kamu ga punya pasangan. Weekk...” Triana mencibir sambil mengejek Arman.

Arman hanya bisa manyun mendengar counter attack yang di keluarkan Triana. Kamipun tertawa mendukung ucapan Triana.

“Pak cik... mau dong disuapin pake ikan asinnya...” Ucap Triana sedikit manja kepadaku.

Aku sedikit kaget mendengar ucapannya, kupikir Triana hanya becanda menawariku untuk makan sepiring berdua. Ternyata setelah aku perhatikan Triana memang tidak memegang piring nasi, yang ada hanya piring nasi yang tadi disodorkannya kepadaku.

“Eh.. beneran kamu mau disuapin? Kirain cuma becanda aja..” Sahutku sambil mencoba menyuapinya.

“Kan biar beneran romantis.. Dan aku emang beneran pengen disuapin kamu, sayangku...”Ucapnya pelan sambil tersenyum dan mengelus pipiku. Aku merasa grogi melihat perlakuannya terhadapku.

“Nyil... Aku aja ga pernah loh nyuapin Dian, dan dia juga ga pernah minta disuapin.” Bisikku sambil tetap menyuapinya.

“Itulah bedanya aku sama Dian. Eh.. kamu kok manggil aku ‘nyil’ lagi sih... Kita kan masih pacaran sampe besok senin. Ingat kan perjanjian kita di bus tadi siang..” Ucapnya mengingatkan obrolan kami saat di bus tadi. Sekarang giliran Triana yang menyuapiku.

“Eh.. Iya say.. lupa. Hehehe..” Jawabku sambil menerima suapannya ke mulutku.

“Abis makan ini acara kita ngapain lagi ya yank... “ Tanyanya.

“Ga ada sih... Tadi kalo ga salah abis ini acara bebas. Besok pagi baru kita padat acara sampai sore. Palingan juga tar ngumpul ngumpul bareng anak anak di depan penginepan.” Sahutku sambil terus menghabiskan makanku.

“Awas loh ya kalo kamu sampe minum minum sama anak anak..!! Aku laporin Dian dan bu Ainun!! Kalo ngerokok aja gapapa, asal jangan minum.” Ancamnya.

“Iya sayangku... palingan juga ngopi ngopi doang buat ngilangin rasa dingin. Eh, tapi ngerokok beneran boleh kan ya...” Pintaku.

“Kalo ngerokok boleh aja... Asal jangan minum. Aku ga kayak Dian kok yang ngelarang kamu ngerokok. Hihihi....”

“Kamu dari tadi nyamain terus ama Dian, aku jadi kangen sama anak itu...” ucapku lirih. Triana hanya tersenyum dan kembali mengelus pipiku sambil mendekatkan wajahnya ke kupingku.

“Pokoknya selama disini kamu akan aku buat ngelupain Dian.” Bisiknya sambil masih tersenyum.

Setelah selesai makan kamipun bubar menuju tempat penginapan masing masing. Aku mengantar Triana sampai ke depan rumah tempatnya menginap. Selama di perjalanan kami tak pernah lepas saling memeluk. Selain hawanya yang benar benar sangat dingin, suasananya juga sangat mendukung. Jalanan yang kami lalui sedikit remang remang karena kurangnya penerangan jalan.

“Say.. aku balik dulu ke penginapan ya.. mau ambil rokok, Tar kesini lagi deh.” Pamitku ke Triana setelah kami tiba di depan penginapan cewek.

“Iya, aku juga mau masuk dulu bentar ambil kaos kaki. Gila dingin banget disini” Balasnya dan tiba tiba dia mencium pipiku. Cup..!

Aku kemudian bergegas masuk ke penginapanku. Saat berada di dalam penginapan kulihat Surya, Wayan dan Komang sedang berbisik bisik seakan merencanakan sesuatu. Saat melihatku mereka langsung memanggilku.

“Nah.. ini dia orangnya.. Kopet sini...” Aku langsung mendekat setelah dipanggil oleh Wayan.

“Pet... Neh Komang ada bawa sebotol Jack D buat tar malem. Ente keluar beli kacang, biar nanti kita bisa minum pas anak anak cewek itu sudah pada tidur.” Kata Wayan memberitahuku rencana mereka.

“Kampret si Komang... pincang pincang gitu masih sempet sempetnya inget bawa minuman. Dapet dari mana Mang..?” Tanyaku. Komang yang kondisi kakinya masih di balut perban akibat kecelakaannya beberapa minggu yang lalu hanya tersenyum mendengar ucapanku.

“Ane embat punya kakak kemarin pas di toko. Itu juga ane ada bawa vodka kalo masih kurang.” Jawabnya.

Aku kemudian ingat janjiku kepada Triana. Setelah ngobrol sebentar dengan Wayan dan Surya akupun langsung keluar untuk menemui Triana.

Sesampainya diluar aku tidak menemukan Triana. Aku hanya menemukan Arman yang sedang duduk bersama Gek dan Ranti.

“Hep.. Ente liat Triana?” Tanyaku ke Arman.

“Tadi dia jalan sama Dimas, Hari, Ayu dan Muji ke arah sana.. Coba aja cari.” Ucap Arman sambil menunjuk ke arah jalan menanjak sekitar dua ratus meter dari tempatku berdiri.

Aku langsung pergi menuju arah yang ditunjuk Arman. Lumayan serem juga jalan sendirian dalam gelap dengan dingin yang menusuk sampai ketulang. Aku langsung membakar rokok untuk menghilangkan rasa takutku berjalan sendirian.

Tepat diujung jalan yang lumayan menanjak samar aku melihat sebuah bangunan seperti pos ronda. Kulihat ada beberapa orang yang sedang berada disana. Semakin mendekati pos ronda tersebut aku semakin jelas mendengar suara cewek dan beberapa cowok yang sedang ngobrol.

Suasana di sekitar sini tidak terlalu terang, bahkan mungkin agak gelap karena tidak ada lampu penerangan jalan. Satu satunya yang menjadi penerangan disini adalah lampu dari halaman rumah penduduk sekitar yang jaraknya lumayan jauh dari pos ronda ini. Aku pun berniat iseng untuk mengerjain teman temanku.

Aku langsung memasang hoodie dan menutupi sebagian wajahku sambil tetap menghisap rokok.

“Hei...!! Kalian ngapain disana? Kalian anak anak SMA dari kota itu ya..? Kalian tau kan aturan desa sini?” Ucapku sedikit merubah intonasi suaraku, sengaja ku buat berat.

Teman temanku langsung kaget dan salah tingkah. Terutama Hari dan Ayu yang kulihat sedang berpelukan.

“Kalian sedang pacaran ya...!! Saya laporkan sama pak kepala desa..!” Lanjutku.

“Bu..bukan mas.. kita cuma ngobrol ngobrol aja kok.” Terdengar Hari menyahut sambil sedikit gemetaran. Aku yang tak dapat menahan geli langsung tertawa terbahak bahak melihat tingkah mereka yang ketakutan.

“Sompret...!! Dasar kopet...!! Bikin jantungan aja..!” Maki Muji begitu mengetahui aku yang datang.

Aku masih saja tertawa, sedangkan Triana begitu sadar aku yang datang langsung berubah sumringah.

“Pak Cik... dari tadi ditungguin lama banget keluar dari penginapan.. Aku sampe kedinginan disini nungguin..”

“Aduuhh... kaciaann... kenapa ga ngomong dari tadi? Biar abang Muji angetin.. cini..cini abang peluk...” Muji menggoda Triana sambil berusaha memeluknya.

“Dih... Najis... Masa minta peluk sama kurcaci... Yank... Dingin neh..” Ucap Triana manja kepadaku setelah meledek Muji.

“Eh... Triana jadian lagi sama kopet? Waahh... Dian di kemanain pet..?” Ujar Ayu sedikit kaget saat mendengar Triana memanggilku ‘yank’. Aku hanya memainkan alisku menjawab pertanyaan Ayu, sedangkan Triana kembali tersenyum.

“Halah... palingan cuma sandiwara aja, atau aji mumpung, karena pasangannya sama sama jauh.” Balas Hari. Aku tetap cuek sambil mendekat ke arah Triana dan memeluknya dari belakang. Triana membalas pelukanku dengan meletakkan tangannya di depan lenganku yang sedang memeluk tubuhnya.

“Eh.. Gila nih orang, maen peluk aja... Yang cewek juga malah bales meluk... dasar pasangan aneh kalian berdua ini.. udah punya pacar masing masing juga..” Ayu kaget melihat kelakuan aku dan Triana yang benar benar mesra.

“Makanya Yu.. minta peluk dong sama Hari... masa pake malu malu gitu.. Contohnya kayak kita gini dong...” Ucapku sambil mencium leher Triana tepat dibawah telinganya. Triana hanya menggelinjang kegelian sambil berbisik..

”Geli yank..Hihihi.” Aku langsung menarik Triana untuk berjalan menjauhi tempat ini karena kulihat agak sedikit keatas ada pondok yang sama persis dengan tempat ini hanya posisinya lebih tinggi sehingga kita bisa melihat pemandangan malam desa dengan lampu rumah yang kelap kelip.

“Mau kemana pet..?” Tanya Hari saat melihatku menarik Triana menjauh dari mereka.

“Mau buat enak dulu, soalnya masih belum berani buat anak..” Sahutku cuek dan langsung dicubit oleh Triana.

Aku masih saja menggenggam tangan Triana dan sedikit menariknya karena kondisi jalan yang sedikit menanjak dan penuh bebatuan. Sesampainya di pos ronda yang berada diatas tempat Hari dan yang lainnya duduk, aku langsung mengajak Triana berdiri diatas batu yang cukup besar dan kembali memeluk Triana dari belakang.

“Coba liat suasana malam desa ini nyil... Begitu tenang, begitu hening. Hanya ada suara jangkrik yang saling bersahutan.” Kataku sambil sesekali mencium kepalanya.

“Pak cik... kita mau ngapan sih disini? Gelap banget disini mana cuma berdua aja. Mending ngumpul bareng mereka lagi yuk..” Triana sedikit khawatir melihat suasana yang sepi. Mungkin dia juga takut bakal aku apa apain. Tapi tangannya tak lepas dari tanganku yang masih memeluknya Hehehe...

“Kamu takut ya aku bakal ngapa ngapain kamu... Tenang aja... aku masih bisa jaga diri kok... Oya... kok balik lagi manggil pak cik sih... katanya kita masih pacaran..” Godaku menirukan ucapannya tadi sore.

“Oya say... kamu beneran udah putus sama Tamjid..?” Lanjutku, teringat akan pertanyaan yang belum sempat ku ungkapkan.

“Emang kenapa?”

“Emang kenapa kamu putus sama dia? Bukannya belum ada dua bulanan ini kamu jadian ama dia?” Aku balik bertanya.

“Kayaknya aku cuma jadiin dia pacar hanya sebagai pelarian aja pak cik...”

“Pelarian..!? Pelarian dari sapa?” Kataku bingung. Triana kemudian melepaskan pelukanku dan melangkah sedikit maju.

“Aku kadang masih suka cemburu kalo liat kamu jalan bareng Dian, apalagi sampe mesra mesraan gitu. Kadang ada perasaan nyesal, kenapa dulu itu aku nyuruh kamu untuk ngejar Dian sedangkan perasaanku...” Triana langsung tertunduk saat ia memotong kalimatnya.

“Kamu masih suka sama aku..?” Tanyaku sambil mendekatinya dan menggenggam tangannya. Triana langsung membalikkan tubuhnya menghadap ke arahku.

“Udah ga lagi...” Jawabnya. Aku sempat kaget mendengar jawabannya, tapi Triana langsung tersenyum melihat perubahan wajahku.

“Sekarang di hatiku udah tumbuh rasa sayang, walaupun aku tahu kamu lebih memilih Dian ketimbang aku.” Lanjutnya sambil merebahkan kepalanya ke dadaku dan memelukku erat. Dari temaramnya cahaya bulan di gelap malam ini masih bisa kulihat matanya yang mulai berair.

“Aku juga masih sayang kok sama kamu. Tapi kamu tau kan alasanku kenapa aku masih belum bisa menjadikanmu kekasih dan aku lebih memilih Dian..?” Triana mengangguk pelan dan masih tetap terdiam.

“Hei... Kita kesini kan mau liburan.. masa kamu sedih gitu.. Katanya kita sekarang lagi pacaran, harusnya sedang gembira dong... kan baru jadian.” Hiburku. Triana sedikit tersenyum. Kemudian aku mengangkat dagunya dan ku beranikan diri mencium bibirnya. Hhmmmppfffhhh....

Triana membalas lembut kecupan bibirku. Matanya terpejam sambil tetap menikmati bibir kami yang saling menempel.

“Mhhhfff.... Yank... Kamu tau ga kalo selama ini kamu cowok pertama dan sampai sekarang cowok satu satunya yang pernah menciumku...” Aku terkejut mendengar pengakuan Triana.

“Loh... Emang Tamjid ga pernah nyium kamu..?”

“Aku ga pernah mau kalo dicium dia.. Lagian kita juga pacarannya di rumahku terus, jadi ga bisa ngapa ngapain... Udah ah.. jangan omongin dia lagi..Mau lanjut ga nih...?” Tantangnya. Aku hanya tersenyum mendengar tantangannya

Kemudian aku melanjutkan lagi ciumanku ke bibirnya. Sekarang kami sudah saling melumat walaupun masih dengan lembut. Mmmmmfffhhhttt...

“Say... Bentar... Mmmmmhhhttt...” Ucapku disela ciuman kami yang udah mulai memanas.

“Kenapa lagi??” Tanyanya sedikit kecewa aku menghentikan aksinya.

“Coba tampar aku...”

“Hah..!? Kenapa?”

“Tampar aja... tapi yang pela...aaahh.!!” PLAK...!! Belum sempat aku menyelesaikan ucapanku Triana langsung saja maen gaplok pipiku.

“Sakit tau...!!”

“Loh... Katanya minta di gampar.. emang kenapa sih..?” Tanyanya masih penasaran.

“Bukan... ini bukan mimpi lagi... Hayo lanjut lagi... “ Hhmmmmmppppfffhhhttt....... Aku kembali melumat bibirnya dengan penuh nafsu. Triana pun membalasnya dengan gelagapan.






----------------------------------

No comments:

Post a Comment