Friday 15 June 2018

Ada Cinta di SMA : Bab 6 ~ Kesetiaan & Ketulusan

Gue hanya terbengong mendengar ucapannya.

“K-kamu seriusss..??’ ujar gue setelah beberapa saat. Gue menatap matanya dalam dalam. Matanya sedikit berkaca kaca, tangannya gemetar, bibirnya sedikit menganga.

Setelah beberapa saat dia terdiam, akhirnya dia menganggukkan kepalanya.

“Iya..sejak awal kita saling kenal beberapa minggu yg lalu, gue merasa elo tuh tipe cowok yg bisa bikin nyaman. Elo juga cukup dewasa, menurut gue. Apalagi pas di rumah guee..” dia berhenti sejenak, menatap gue, lalu memalingkan pandangannya. Mukanya memerah.

“Sori ya Sa, waktu itu gue..”

“Iya gapapa kok..waktu itu emang gue nya yg pengen, hehe..” katanya sedikit tertawa. Lalu dia kembali serius. “Jadi..hmm..gimanaa?”

“Elo maunya kita gimana? Pacaran, gitu?” tanya gue.

“Hmm..ya nggak sihh..gue Cuma pengen aja deket sama eloo. Tapii..”

“Tapi apaa??”

“Gue nggak tau ya..elo lagi deket sama siapa..soalnya elo kayaknya tipe cowok yg gampang deket sama cewek..makanya..” dia tertunduk, lalu melanjutkan ucapannya, “elo suka sama Dea atau gue?”

DOR!

Kenapa dia tiba tiba mikir kalo gue suka sama Dea? Perasaan gue gapernah ngomong gitu sama orang lain. Berduaan sama dia aja jarang banget. Emang sih dulu saat gue abis pindahan, dia pernah bilang ke gue kalo dia nyaman sama gue. Tapi itu bukan berarti dia suka gue atau sebaliknya, kan?

“Kok diem, rel? Bener ya elo suka sama Dea??”

“Eh nggak gitu, saa..gue sama Dea itu gak ada apa apa. Kita deket karena kita temen satu kosan, jadi wajar kan..gak lebih kok..” kata gue mencoba menjelaskan kepadanya sesimpel mungkin.

“Oh gitu..jadi..?”

Gue berpikir sejenak. Saat gue mengiyakan ajakan Sasa untuk berpacaran, gue otomatis tidak bisa mengiyakan ajakan kak Nina. Yakali, masa’ gue selingkuhin Sasa, yg menurut gue jauh lebih cantik dari Nina. Tapi disisi lain, gue jadi gabisa menikmati tubuh Nina, yg menurut desas desus di sekolah dia jadi perek di sekolah.

Sebenarnya, gue agak takut sih saat Nina mengajak gue untuk ML. Gue takut terkena penyakit, karena dia sering ML dengan banyak orang. Tapi tetap saja, nafsu selalu berada diatas akal sehat.

“Jadi..kita..pacaran mulai sekarangg..”ucapku dengan tersenyum lebar. Sasa terlihat sangat senang, kemudian ia memelukku.

“Jadi, kamu beneran suka sama akuu?” tanyanya lagi, memastikan. Kali ini mukanya dibuat mode “Innocence”. Uhh, sungguh imut mukanya saat itu.

Akhirnya, sudah kuputuskan. Dengan mantap gue mengucapkan,

“Iyaaa, sayannggg..” kata gue, lalu mencium pipinya. Dia tersenyum bahagia, lalu memeluk gue.

Kami berpelukan cukup lama, hingga Sasa melepaskan rangkulannya.

“Eh, Rell...??”

“Hmm..?”

“Kamu masih pengen ML sama akuu?” tanyanya, sangat pelann, dan menundukkan wajahnya. Terlihat mukanya memerah.

“Yahhh..pengennya gitu sih..tapi kan kamu masih perawan. Aku gak mau merusak masa depanmu." ujar gue, mencoba menjawab pertanyaannya sejelas mungkin.

“Iya sih..Tapi kalo kamu emang mau, aku ikhlas kok..” katanya. Matanya sedikit berkaca kaca saat mengucapkan itu.

Gue menghela nafas. “Udah deh..aku bakal nunggu sampe kamu siap kokk..” ujar gue mencoba menenangkannya. Gue elus pelan rambutnya. Dia lalu menyandarkan kepalanya di dada gue. Cukup lama kami dalam posisi seperti itu.

“Rell, cari makan yuk..”

“Kemanaaa?”

“Ntar cari yg enak aja..aku juga gak ada ide nihh..”

“Yaudah deh..tapi tungguin aku mandi dulu ya..”

“Iya, sayangg..” ucapnya, sambil mencium pipi gue.

---------------------------------------------------------------------------------------------

Hari hari berlalu dengan cepat. Saat ini status gue adalah sebagai pacar dari Sasa. Gue merasa bahagia saat berada di dekatnya. Kini, kami tak sungkan untuk mengumbar kemesraan di sekolah. Teman teman kami pun sering meledek kami.

“Heh, elu tuh ya..kerjaannya nempel cewek mulu..belajar napa? Udah mau UTS jugaa..” kata Roy, saat gue duduk di samping Sasa. Bangku Sasa selalu berada di depan, sedangkan gue dan Roy selalu memilih bangku paling belakang. Apalagi alasannya kalo bukan buat tidur dan main game. Hehe..

“Makanya, buruan cari cewek sana..gue denger denger, kelas sebelah ada yg naksir sama elo..buruan pepet, deh hahaha..”

Dia hanya tersenyum malu mendengar ucapan gue. Gue kembali mengobrol ria dengan pacarku yg manis ini. Sejauh ini kami memang belum pernah ML. Tapi, kami sering mengulangi kejadian saat di rumah Sasa. Kita sering melakukannya di kosan gue, di mobil, bahkan di sekolah setelah pelajaran olahraga usai. Kini ia berubah menjadi cewek yg agresif. Bahkan kini ia sudah mulai mencoba mengoral gue. Maafkan gue, Sa..tapi emang nikmat rasanya wkwk.

“Eh, kamu denger gak?” Sasa meggoncang badan gue. Tatapannya sangar sekali.

“Eh, kenapa??”

Dia mendekatkan kepalanya ke telingaku. “Aku lagi pengen, nih..”

“Ntar aja deh ya..gue lagi males. Hehe..” ujar gue. “Nanti kita jalan dulu, abis itu kita puasin ‘itu’ di rumahmu ya..” lanjut gue sambil mencubit hidungnya.

“Ih, apaan sih..orang lagi pengen juga..” mukanya tampak cemberut, tapi gue tau kalo dia beneran marah.

“Nanti aku ajak ke restoran favorit kamu, deh..abis itu nonton di Amplaz, gimanaa sayaanggkuu?”

Dia memalingkan mukanya sebentar. Pura pura berpikir. “Yaudah dehh..tapi janji yaa..”

“Iyaa..dah ya gue mau ke toilet duluu..” kata gue sambil berdiri.

“Mau ngapain, coli ya?” ujarnya, diiringi tawanya.

“Eh ngaco kamu..ya enggak laahh..dah ah..” kata gue lalu berjalan menuju toilet terdekat yg berada di ujung lorong.

Saat gue kembali dari toilet, tiba tiba ada yg menarik lengan gue. Ternyata adalah kak Nina.

“Eh, ada apa, kak?”

“Ikut gue..buruann..”

Gue pun bergegas mengikuti dia. Ternyata kami menuju ke gudang kosong, tempat gue pernah menemukan salah seorang murid yg sedang masturbasi disini.

“Ini ada apa, ya?”

“Elo masih inget kan sama janji gue?”

Waduh. Ternyata dia masih inget tentang hal itu.

“Masih kak..kenapa?”

“Mau nggak kalo kita lakuin sekarang?”

“Hah? Kok ndadak banget sihh..” kata gue terperangah.

“Gak tau nih, tiba tiba gue pengen banget ngentot..dan tiba tiba gue kepikiran eloo..” katanya dengan kata kata vulgar. Udah sange banget ya nih anak.

“Tapi kak..” gue terdiam sejenak. “..aku dah punya pacar..”

Dia kaget mendengar perkataan gue.

“Elo dah pernah ngentot sama dia?” tanyanya.

Gue hanya menggelengkan kepala.

“Yaudah, yuk, nyoba ML sama guee..enakk kokk..” katanya manja, masih mencoba merayu gue.

Gue merasa bersalah dengan Sasa. Jika ajakan dari kak Nina gue iyakan. Tapi, gue nggak bisa merasakan nikmatnya ML dengan Sasa, karena dia masih ragu. Cukup lama gue berpikir, hingga gue kembali tersadar karena badan gue digoncang goncang oleh kak Nina.

“Jadi, mau kan?”’

“Hmm..yaudah deh..ayoo..”

Kak Nina pun mulai melepaskan seragam pramukanya, karena hari itu adalah hari Sabtu. Dia terlihat sangat cekatan, mungkin ia sudah biasa akan hal ini. Tak butuh waktu lama hingga ia telanjang bulat. Payudaranya sungguh indah. Gue taksir ukurannya sekitar 34C. Vaginanya ditumbuhi rambut rambut tipis, yg menurut gue semakin membuat gue bergairah.

“Heii..kok bengong sih..buruan lepas seragam elo..atau mau gue lepasinn?” katanya, membuyarkan lamunan gue.

Gue diem aja saat itu. “Berarti iya nih?” ujarnya sambil mendekat ke arah gue. Ekspresinya saat itu menunjukkan kalo ia sudah dilanda birahi.

Perlahan ia mengelus tengkuk gue. Lalu berpindah melepas kancing seragam gue. Tak lupa ia melepas celana putih abu abu gue. Dan finally gue tinggal pake celana dalam.

“Eh, apaan tuh yg nyembul?” kata dia sambil menunjuk ke arah tonggak revolusi gue, dengan ekspresi sok polos yg menurut gue nyebelin banget.

“Masa’ belum dipegang udah bangunn..? Hmm..?” lanjutnya lagi, sambil mengelus penis gue dari luar celana dalam. Uhh, rasanya sungguh enak. Rasa ini mengingatkan gue saat petting dengan Sasa. Eh. Kenapa gue tiba tiba teringat dengan Sasa?

Rasa bersalah itu kembali muncul. Gue kembali teringat akan ekspresi lucunya saat kita bersama. Rasanya aneh jika gue memikirkan hal itu. Tapi, sekali lagi, nafsu mengalahkan segalanya.

“Kak, aku udah pengen banget nih..boleh buka seragammu nggakk?” tanya gue malu malu.

“Nahh..gitu dongg..”katanya senang. Kali ini, dia memposisikan diri di atas sebuah matras, yg dulu saat ospek belum ada di tempat itu.

Gue yg sudah tidak tahan dengan mukanya yg cantik itu, langsung menyerbu bibirnya yg menggoda. Kini gue sudah berada di atas tubuh kak Nina, menindih tubuhnya yg sangat sintal. Kancing bajunya sudah terbuka, entah sejak kapan ia membukanya. Gue lalu melepaskan seragamnya, dan membuangnya ke lantai. Kemudian terpampanglah bulatan payudara yg besar di hadapan gue, meskipun masih ditutupi oleh sebuah bra merah jambu yg sungguh menggoda. Kali ini gue kembali menatap matanya.

“Bolehh..?” kata gue sambil memandang ke arah dadanya. Dia hanya terdiam, tetapi senyum mengembang di wajahnya.

Tanpa banyak pikir lagi, gue langsung mencoba mencari pengait bra di punggungnya. Tapi saat gue mencarinya, kak Nina dengan santainya malah terkekeh.

“Nyari apa, rel? Nyari ini?” tanyanya, sambil menunjuk ke bra nya. Gue pun tersenyum. Ternyata pengaitnya berada di depan. Tololnya gue.

“Hehehe..maaf kak, gak tau..”

“Udah..buruan dilanjutinn. Udah gak tahan nih..”

Gue pun melepas bra tersebut, dan kini terpambang dengan jelas, bulatan payudaranya yg kencang dan mulus. Putingnya berwarna coklat, mungkin sering dikenyot oleh ‘pelanggannya’ ya..hehe.

Gue meremas remas payudara itu dengan lembut. Kenyalnya terasa pas di tangan gue. Gue lalu mencoba menggigit pelan puting sebelah kanan, sedangkan yg sebelah kiri masih dalam remasan tangan gue.

“Ahh..enak rel..teruss”

Tangannya mencengkram erat punggung gue. Kukunya yg cukup panjang mencakar punggung gue. Tangan kirinya mulai bergerilya di selangkangan gue. Meremas lembut dua bola kebanggan gue. Fakk..enak banget!

“Kak, pindah posisi yuk? Tolong punyaku di oral dongg..udah gak tahan nihh..”

“Sabar kali..haha..” ucapnya sambil membetulkan posisinya. Kini gue yg rebahan di mastras, sedangkan kak Nina duduk di depan gue sambil membungkuk, mencoba membangkitkan tonggak kebesaran gue dengan mengocoknya.

“Hmm..enak banget kakk..lebih cepet lagi dong..”

Dia mulai mengulum penis gue. Kulumannya terasa profesional sekali. Terlihat kalau dia sudah biasa dengan hal ini. Meskipun tidak terlalu dalam, tetapi rasanya enak sekali. Di tengah kulumannya itu, tiba tiba ia memasukkan jari tengahnya ke dalam anus gue.

“Akkhhh..kak..itu jarinya kenapa masuk juga...??”

“Udah diem aja..nikmati aja service dari gue.”

Gue mencoba untuk menikmati perlakuan dari kak Nina. Awalnya memang terasa aneh, tapi lama kelamaan berubah menjadi enak. Kombinasi tersebut membuat gue merasa kalo gue sudah mau muncrat.

“Kak..kayaknya..bentar lagi..aku...k..keluar..” ujar gue dengan cepat, tak mampu menahan rasa nikmat ini.

“Eh..tunggu dulu..kok udah mau keluar sih..tahan duluu..” kata kak Nina. Tiba tiba dia menekan pangkal penis gue. Terasa agak sakit, tapi gue merasa kalau gue gak jadi ejakulasi.

“Yahh..elo emang bener bener perjaka yah? Haha. Masa’ baru digituin aja udah mau muncratt..” katanya sambil tertawa.

“Abisnya enak banget kak..” kata gue. Gue akuin service dari kak Nina sungguh nikmat. Itu karena saat gue petting dengan Sasa, ia cenderung pasif. Gue yg lebih banyak aktif. Jarang sekali dia aktif memberi service kepada gue. Masih malu, mungkin.

“Ih..lucu banget sih eloo..hahaha.. Sekarang, gantian elo yg muasin gue. Bisa, kan?” kata kak Nina.

“Sedikit sedikit bisa kayaknya kak. Kan, Cuma belajar dari film. Hehehe..”

“Uhh..dasar anak cowok. Urusan BF mah nomer satu. Udah cepetan..habis ini gue ada ulangan Bahasa Jawa.”

“Nah itu ada ulangan, kok malah sange disini sih. Kalo aku giniin, jadi tambah sange nggak,” ujar gue sambil mencolokkan jari tengah gue ke vaginanya. Mudah sekali memasukkannya. Udah sering dipake kayaknya,, hahaha..

Kali ini, gue mencoba memasukkan dua jari ke dalam vaginanya, dan masih terasa mudah memasukannya. Berbeda dengan milik Sasa, dimana gue hanya boleh mengelus bagian luarnya saja.

“Rell..sshhh..enaakk..teruss..lebih dalem lagii..”

Gue terus mengocok vaginanya. Kali ini mulai muncul suara cairan kewanitaannya. Udah makin terangsang aja nih cewek. Gue yg mulai bosan dengan posisi ini. Langsung mendorong tubuh kak Nina hingga rebahan di matras. Gue lalu mulai mendekatkan mulut gue ke vaginanya. Tercium aroma khas cairan kewanitaan. Tapi, menurut gue, bau ini berbeda dengan milik pacar kesayangan gue. Jika millik Sasa wanginya sangat natural, sedangkan milik kak Nina wangi tetapi seperti bau cairan pembersih kewanitaan. Mungkin cara Sasa merawat mahkotanya tidak se-expert kak Nina ya. Hehe.

Kembali lagi. Gue mulai menjilat bagian luarnya. Terasa gurih gurih nikmat, hehe. Lidah gue mulai mencoba masuk ke dalam vaginanya. Tangan gue tidak diam saja. Gue mengelus klitorisnya, sambil sesekali gue pilin dan gue tarik pelan. Kak Nina pun mulai menggelinjang.

“Eh..rell..udah..berhenti. Gak kuat gue kalo digituin. Langsung dimasukkin ajaa..”

Gue pun menghentikan aktivitas gue. Gue lalu jongkok di hadapannya, lalu menindih tubuh dari kak Nina. Gue mencoba menempatkan penis gue di lubang masuk vaginanya, lalu gue coba untuk mendorongnya perlahan. Tetapi meleset. Gue coba lagi, tapi meleset lagi. Kak Nina yg melihat gue kebingungan pun tertawa cekikikan.

“Yaampunn..dasar perjaka. Masukin gitu aja gak bisa. Coba tenang dulu. Jangan grogi. Tatap mata gue, rel.”

Gue pun mengikuti perintah kak Nina. Gue menatap matanya. Matanya berwarna hitam pekat. Tampak bahwa dia juga sedang menerawang ke arah mata gue. Tapi, tiba tiba muncul bayangan Sasa di hadapan gue. Mukanya yg cantik, sikapnya yg baik, kasih sayang yg ia berikan kepada gue, sungguh berbanding terbalik dengan apa yg gue lakukan sekarang. Gue jadi merasa bersalah kepadanya. Bagaimana perasaannya, jika dia tahu kalo gue ML dengan orang lain selain dirinya. Ah, tak kuat lagi gue membayangkan itu.

“Kak, kayaknya..kita udahan aja.” Ucap gue tegas. Gue pun berdiri, dan mengambil seragam gue yg berserakan di lantai. Kak Nina hanya terbengong melihat sikap gue.

“Kenapa elo tiba tiba berubah pikiran gini?” tanyanya. “Elo kepikiran pacar lo?” lanjutnya. Gue hanya diam saja sambil mengenakan kembali seragam gue.

“Elo cowok yg setia ya. Pacar lo pasti seneng punya cowok kayak elo. Udah baik, ganteng, tajir, setia lagi. Jaman sekarang udah jarang nemuin cowok yg gak mau dijak gituan sama cewek.” Puji dia.

“Gak gitu gitu amat kali, kak.” Akhirnya gue berbicara. “Aku Cuma ngerasa gak enak sama pacar gue. Dia udah baik banget ke gue, masa’ harus gue bales dengan cara kayak gini. ‘Kan, nggak fair.”

“Udah ya kak. Kemaren aku ikhlas kok ngasih uang ke kakak. Gak usah diganti. Aku Cuma mau ngasih saran, sebaiknya kakak nggak usah jual diri kakak. Kakak itu cantik. Rugi kalo kakak jual diri kakak. Pasti banyak cowok yg ngantri jadi pacar kakak..” kata gue panjang lebar, sok sokan ngasih petuah.

“Tapi, masalahnya..” ucap kak Nina. ”..gue udah sering banget diselingkuhin sama mantan mantan guee..” ucapnya sambil terisak pelan.

“Mungkin mereka udah tau, ya, kalo gue sering banget jual tubuh gue demi uang jajan. Tapi, tanpa uang itu gue gabisa hidup, rell.. Gue kasihan sama orang tua gue..”

Gue merasa iba dengan dia. Gue pun berjalan mendekati kak Nina. Gue merangkulnya. Ia pun langsung menangis dalam pelukan gue.

“Udah kakk..jangan nangis. Coba berhenti dari kebiasaan kakak yg ini. Kalo memang kakak kesulitan saat nggak ada uang, lebih baik kakak kerja sambilan..menurutku, itu jauh lebih baik daripada kayak gini..kan sayang kalo cewek cantik kayak gini Cuma buat pemuas birahi..”

“Iyaa rell..makasih yaa..elo emang baik bangeett..” ucapnya. Di sela sela tangisannya, ia masih bisa tersenyum kecut.

“Dah ya kakk, aku mau balik ke kelas dulu. Habis ini gurunya killer. Gue takut kena semprot nih, hehe..”

“Iyaa..makasih ya rell..” ucapnya. Ia lalu mencium pipi gue. Gue pun mengelap bekas air mata di pipinya. Gue akuin, kak Nina memang memiliki kecantkan yg luar biasa. Wajahnya menampilkan wajah orang dewasa, yg menjadi idaman gue dari dulu. Duh..semoga saja ia segera memiliki gandengan yg dapat merawatnya dengan baik.

Saat gue melangkah ke luar gudang, entah hanya perasaan gue atau bukan, gue melihat sekelebat bayangan di samping gudang. FYI, gudang itu terletak d halaman belakang, dekat dengan pepohonan yg rimbun. Ah, mungkin hanya perasaan gue aja kali. Gue pun mengabaikan hal itu.

---------------------------------------------------------------------------------

“Eh, sori sori. Tadi gue mbantuin temen kosan dulu. Laptopnya error..” Orang yg gue maksud adalah Rara. Laptopnya muncul pop-up di kanan bawah yg selalu muncul saat akan browsing.

“Uhhh..kirain kamu ketiduraann..”

“Ini jadinya kemana, sayangg?”

“Katanya mau ke Amplaz..?”

“Males tuhh..hmm..gimana kalo naik aja?”

“Naik? Naik ke mana? Ini kan kita udah naik mobill..”

“Yaelahh..maksudku, naik ke Kaliurang..gimana, mau nggak?”

“Wah bagus juga, tuh. Let’s gooo...”

Kami akhirnya memilih menghabiskan Saturday night di Kaliurang. Selama kita pacaran, atau saat kita masih temenan, kita memang hanya ke tempat yg itu itu aja. Baru kali ini kita pergi ke tempat yg agak jauh.

Kami berangkat dari rumah Sasa agak telat. Padahal rencana awal berangkat habis maghrib. Tapi ternyata, kita baru sampai di Jombor jam 8.15. Selama perjalanan, Sasa bercerita panjang lebar tentang acara kemah yg diadakan setelah kami Ujian Tengah Semester. Sasa adalah perwakilan dari kelas kami yg bertugas sebagai panitia. Para panitia itu telah memutuskan tempat tujuan dari acara tersebut.

“Tadi si Bayu udah mutusin, kalo kita akan kemah di Sekipan, Tawangmangu. Acaranya 3 hari 2 malam. Kayaknya asik, yaa..” ujarnya. Sasa memang belum pernah ikut acara pramuka, karena saat SMP dan SD ia tidak mendapatkan pelajaran pramuka.

Setelah kami menempuh perjalanan sekitar 40 menit, akhirnya kami sampai tujuan. Kami yg sudah lapar, langsung mencari makan di sekitar situ, dan kami memutuskan untuk makan sate kelinci.

“Mas, sate nya dua porsi. Minumnya teh anget 1.” Ucap gue kepada penjual sate tersebut.

“Lho, kamu nggak minum?” tanya Sasa, heran dengan pesanan gue.

“Nggak usah, sayang..kan udah ada yg manis disini..” kata gue sambil mengecup pipinya.

“Ihh, paan sih..basi tau..” ucapnya sambil pura pura cemberut. Abang penjual sate nya pun tertawa melihat tingkah kami.

Di saat kami sedang mengobrol sambil menunggu pesanan, tiba tiba hujan turun dengan derasnya, disertai angin.

“Waduh, kok hujann sihh..” kata Sasa sambil berjalan mendekat ke arah dalam tenda, karena tenda tersebut sepertinya hampir terbawa angin saking kuatnya angin itu.

“Yahh..malming kita gagal nihh..” ucap gue sambil menatap ke arah hujan itu.

“Udah mass..dimakan dulu aja ini..sambil nunggu hujannya reda.” Tiba tiba penjual sate itu sudah berada di samping kami sambil membawa pesanan kami. “Tapi kayaknya, ini hujannya bakalan lama..”

“Emang di sini gak ada tempat yg bisa dinikmati pas lagi hujan hujan gini ya, mas?” tanya gue.

“Wahh..disini gak ada mass, apalagi malem malem kayak gini..mau liat apa coba.” Katanya. “Eh, ada satu tempat sih yg mas bisa coba..” tambahnya.

“Eh..dimana mas?”

“Di hotel mas..hehe..” katanya sambil tersenyum ke arah Sasa, lalu melengos pergi. Sasa hanya tersipu malu mendengar ucapan penjual sate itu. Dasar.

Kami akhirnya menyantap sate tersebut dengan saling berhimpitan, karena hawanya sangat dingin. Setelah santapan kami habis, kami masih dalam posisi tersebut. Sasa terlihat menggemaskan saat itu. Karena sepertinya, dia takut mendengar suara keras dari hujan yg menerpa tenda seperti ini.

“Kamu takut ya, sayang?” tanya gue.

“Eh?” katanya sambil menoleh ke arah gue. “Enggak kok.”

“Lahh..terus, kenapa kok daritadi megang lengan aku terus?”

“Abisnya dingin sihhh..”

“Kok gemeteran gitu ya?”

“Ya kan dinginn..” ucapnya. Memang saat itu wajahnya terlihat pucat. Entah karena kelelahan, atau karena kedinginan. Tapi tiba tiba, wajahnya mendadak berubah menjadi cerah.

“Sayannggg..” panggilnya dengan nada manja.

“Hmmm?”

“Kamu kedinginan?”

“Enggak terlalu sih..emang kenapa? Mau minjem jaketku?” tanya gue.

“Enggakk..jaket mah kurang angett..”ucapnya. “Kamu..hmm..kamu mau yg anget anget nggakk?”

Gue terkejut mendengar ucapannya. “Hah? Emang kita mau ngapain disinii..ini kan tempat umum.”

“Ya nggak disini lahh..” ujarnya. “Kan tadi abangnya bilang, kita bisa di hotel kalo mau seneng seneng..”

“Di hotel? Maless ahh..nanti aja di kosan aku..” ucap gue.

“Hmm..beneran nggak mauu? Aku mau ngasih kejutan loohh buat kamuu..”

Hah? “Kejutan apalagi, sayangg?”

“Udah, pokoknya ayo ke hotel duluu..dingin nih disini..”

Gue berpikir sejenak. Sepertinya ide dari Sasa cukup baik juga. Kalo mau balik ke Jogja agak males juga sih. Hujannya terlalu deras. Bisa bisa nanti jalannya nggak keliatan. Akhirnya gue mengiyakan ajakan Sasa.

“Nahh gitu dongg..” ucapnya senang.

Gue pun membayar pesanan kami. Setelah memberikan uang kembalian, tiba tiba abangnya berbisik di telinga gue. “Mau cari yg anget anget ya mas? Coba aja cari tempat di ujung jalan ini, terus belok ke kiri..tempanya asik bangett..” ucanya. Anjrit si abang ini, tapi gue akhirnya juga mengucapkan terima kasih kepadanya atas saran yg ia berikan.

Abang itu pun mengantar kami ke mobil dengan sebuah payung. Setelah kami berterima kasih kepadanya, gue pun mengemudikan mobil gue ke tempat yg disarankan oleh abang tadi. Setelah tiba di tempat tujuan, gue terkesima melihat hotel tersebut. Hotel itu terletak di tepi bukit, menghadap ke arah Jogja. Bagus juga sarannya tadi. Gue pun memarkirkan mobil di halaman hotel tersebut, kemudian mengambil payung di bagasi belakang.

“Wahh..tempatnya bagus bangett..udah pernah ke sini yaa?” tanya Sasa dengan wajah sumringah.

“Enggak, kok. Tadi Cuma insting aja yg membawa gue kesini.”

“Alah apaan sih..dah yuk..”

Kami pun melangkah ke hotel. Kami pun disambut oleh receptionist. Saat disuruh menunjukkan kartu identitas, gue mengeluarkan SIM gue. Gue bisa punya SIM karena gue nembak, hehe. Gue beralasan kalo E-KTP gue masih dalam proses.

Setelah mendapatkan kunci kamar, kami pun diantar ke kamar kami. Begitu kami membuka kamar, kami terkejut. Kamar tersebut sungguh mewah. Perabotannya khas bintang lima. Bed nya juga ukuran large. Saat melangkah ke ujung kamar, terdapat sebuah gorden. Saat gue buka, ternyata itu adalah pintu ke arah balkon. Wahh..nikmat sekali kamar ini. Padahal, saat di receptionist tadi, harga yg ditawarkan tidak semahal hotel bintang lima.

Sasa melepas outernya, dan rebahan di kasur.

Gue yg juga sudah cukup lelah, ikutan rebahan di kasur.

“Jadii..?” gue membuka pembicaraan.

“Jadi..apa?” tanyanya.

“Apa kejutan yg mau kamu kasih ke aku?” tanya gue.

Dia tersenyum mendengar pertanyaan gue. Dia pun berpindah posisi menjadi menindih gue. Dia lalu mencium lembut bibir gue. Gue pun balik membalas perlakuannya. Hangat sekali bibir dari Sasa. Setelah cukup lama kita ciuman, akhirnya ia melepaskan kecupannya. Ia menatap wajah gue dengan tatapan santai, namun tajam.

“Sayangg..” ucapnya perlahan dengan nada lembut.

“Yaaaa??”

“Malam ini, kamu boleh merenggut kewanitaanku, sayangg.. Karena..aku..sangat..menyayangimuu..”

No comments:

Post a Comment