Gue hanya terbengong mendengar ucapannya.
“K-kamu seriusss..??’ ujar gue setelah beberapa saat. Gue menatap
matanya dalam dalam. Matanya sedikit berkaca kaca, tangannya gemetar,
bibirnya sedikit menganga.
Setelah beberapa saat dia terdiam, akhirnya dia menganggukkan kepalanya.
“Iya..sejak awal kita saling kenal beberapa minggu yg lalu, gue merasa
elo tuh tipe cowok yg bisa bikin nyaman. Elo juga cukup dewasa, menurut
gue. Apalagi pas di rumah guee..” dia berhenti sejenak, menatap gue,
lalu memalingkan pandangannya. Mukanya memerah.
“Sori ya Sa, waktu itu gue..”
“Iya gapapa kok..waktu itu emang gue nya yg pengen, hehe..” katanya
sedikit tertawa. Lalu dia kembali serius. “Jadi..hmm..gimanaa?”
“Elo maunya kita gimana? Pacaran, gitu?” tanya gue.
“Hmm..ya nggak sihh..gue Cuma pengen aja deket sama eloo. Tapii..”
“Tapi apaa??”
“Gue nggak tau ya..elo lagi deket sama siapa..soalnya elo kayaknya tipe
cowok yg gampang deket sama cewek..makanya..” dia tertunduk, lalu
melanjutkan ucapannya, “elo suka sama Dea atau gue?”
DOR!
Kenapa dia tiba tiba mikir kalo gue suka sama Dea? Perasaan gue gapernah
ngomong gitu sama orang lain. Berduaan sama dia aja jarang banget.
Emang sih dulu saat gue abis pindahan, dia pernah bilang ke gue kalo dia
nyaman sama gue. Tapi itu bukan berarti dia suka gue atau sebaliknya,
kan?
“Kok diem, rel? Bener ya elo suka sama Dea??”
“Eh nggak gitu, saa..gue sama Dea itu gak ada apa apa. Kita deket karena
kita temen satu kosan, jadi wajar kan..gak lebih kok..” kata gue
mencoba menjelaskan kepadanya sesimpel mungkin.
“Oh gitu..jadi..?”
Gue berpikir sejenak. Saat gue mengiyakan ajakan Sasa untuk berpacaran,
gue otomatis tidak bisa mengiyakan ajakan kak Nina. Yakali, masa’ gue
selingkuhin Sasa, yg menurut gue jauh lebih cantik dari Nina. Tapi
disisi lain, gue jadi gabisa menikmati tubuh Nina, yg menurut desas
desus di sekolah dia jadi perek di sekolah.
Sebenarnya, gue agak takut sih saat Nina mengajak gue untuk ML. Gue
takut terkena penyakit, karena dia sering ML dengan banyak orang. Tapi
tetap saja, nafsu selalu berada diatas akal sehat.
“Jadi..kita..pacaran mulai sekarangg..”ucapku dengan tersenyum lebar. Sasa terlihat sangat senang, kemudian ia memelukku.
“Jadi, kamu beneran suka sama akuu?” tanyanya lagi, memastikan. Kali ini
mukanya dibuat mode “Innocence”. Uhh, sungguh imut mukanya saat itu.
Akhirnya, sudah kuputuskan. Dengan mantap gue mengucapkan,
“Iyaaa, sayannggg..” kata gue, lalu mencium pipinya. Dia tersenyum bahagia, lalu memeluk gue.
Kami berpelukan cukup lama, hingga Sasa melepaskan rangkulannya.
“Eh, Rell...??”
“Hmm..?”
“Kamu masih pengen ML sama akuu?” tanyanya, sangat pelann, dan menundukkan wajahnya. Terlihat mukanya memerah.
“Yahhh..pengennya gitu sih..tapi kan kamu masih perawan. Aku gak mau
merusak masa depanmu." ujar gue, mencoba menjawab pertanyaannya sejelas
mungkin.
“Iya sih..Tapi kalo kamu emang mau, aku ikhlas kok..” katanya. Matanya sedikit berkaca kaca saat mengucapkan itu.
Gue menghela nafas. “Udah deh..aku bakal nunggu sampe kamu siap kokk..”
ujar gue mencoba menenangkannya. Gue elus pelan rambutnya. Dia lalu
menyandarkan kepalanya di dada gue. Cukup lama kami dalam posisi seperti
itu.
“Rell, cari makan yuk..”
“Kemanaaa?”
“Ntar cari yg enak aja..aku juga gak ada ide nihh..”
“Yaudah deh..tapi tungguin aku mandi dulu ya..”
“Iya, sayangg..” ucapnya, sambil mencium pipi gue.
---------------------------------------------------------------------------------------------
Hari hari berlalu dengan cepat. Saat ini status gue adalah sebagai pacar
dari Sasa. Gue merasa bahagia saat berada di dekatnya. Kini, kami tak
sungkan untuk mengumbar kemesraan di sekolah. Teman teman kami pun
sering meledek kami.
“Heh, elu tuh ya..kerjaannya nempel cewek mulu..belajar napa? Udah mau
UTS jugaa..” kata Roy, saat gue duduk di samping Sasa. Bangku Sasa
selalu berada di depan, sedangkan gue dan Roy selalu memilih bangku
paling belakang. Apalagi alasannya kalo bukan buat tidur dan main game.
Hehe..
“Makanya, buruan cari cewek sana..gue denger denger, kelas sebelah ada yg naksir sama elo..buruan pepet, deh hahaha..”
Dia hanya tersenyum malu mendengar ucapan gue. Gue kembali mengobrol ria
dengan pacarku yg manis ini. Sejauh ini kami memang belum pernah ML.
Tapi, kami sering mengulangi kejadian saat di rumah Sasa. Kita sering
melakukannya di kosan gue, di mobil, bahkan di sekolah setelah pelajaran
olahraga usai. Kini ia berubah menjadi cewek yg agresif. Bahkan kini ia
sudah mulai mencoba mengoral gue. Maafkan gue, Sa..tapi emang nikmat
rasanya wkwk.
“Eh, kamu denger gak?” Sasa meggoncang badan gue. Tatapannya sangar sekali.
“Eh, kenapa??”
Dia mendekatkan kepalanya ke telingaku. “Aku lagi pengen, nih..”
“Ntar aja deh ya..gue lagi males. Hehe..” ujar gue. “Nanti kita jalan
dulu, abis itu kita puasin ‘itu’ di rumahmu ya..” lanjut gue sambil
mencubit hidungnya.
“Ih, apaan sih..orang lagi pengen juga..” mukanya tampak cemberut, tapi gue tau kalo dia beneran marah.
“Nanti aku ajak ke restoran favorit kamu, deh..abis itu nonton di Amplaz, gimanaa sayaanggkuu?”
Dia memalingkan mukanya sebentar. Pura pura berpikir. “Yaudah dehh..tapi janji yaa..”
“Iyaa..dah ya gue mau ke toilet duluu..” kata gue sambil berdiri.
“Mau ngapain, coli ya?” ujarnya, diiringi tawanya.
“Eh ngaco kamu..ya enggak laahh..dah ah..” kata gue lalu berjalan menuju toilet terdekat yg berada di ujung lorong.
Saat gue kembali dari toilet, tiba tiba ada yg menarik lengan gue. Ternyata adalah kak Nina.
“Eh, ada apa, kak?”
“Ikut gue..buruann..”
Gue pun bergegas mengikuti dia. Ternyata kami menuju ke gudang kosong,
tempat gue pernah menemukan salah seorang murid yg sedang masturbasi
disini.
“Ini ada apa, ya?”
“Elo masih inget kan sama janji gue?”
Waduh. Ternyata dia masih inget tentang hal itu.
“Masih kak..kenapa?”
“Mau nggak kalo kita lakuin sekarang?”
“Hah? Kok ndadak banget sihh..” kata gue terperangah.
“Gak tau nih, tiba tiba gue pengen banget ngentot..dan tiba tiba gue
kepikiran eloo..” katanya dengan kata kata vulgar. Udah sange banget ya
nih anak.
“Tapi kak..” gue terdiam sejenak. “..aku dah punya pacar..”
Dia kaget mendengar perkataan gue.
“Elo dah pernah ngentot sama dia?” tanyanya.
Gue hanya menggelengkan kepala.
“Yaudah, yuk, nyoba ML sama guee..enakk kokk..” katanya manja, masih mencoba merayu gue.
Gue merasa bersalah dengan Sasa. Jika ajakan dari kak Nina gue iyakan.
Tapi, gue nggak bisa merasakan nikmatnya ML dengan Sasa, karena dia
masih ragu. Cukup lama gue berpikir, hingga gue kembali tersadar karena
badan gue digoncang goncang oleh kak Nina.
“Jadi, mau kan?”’
“Hmm..yaudah deh..ayoo..”
Kak Nina pun mulai melepaskan seragam pramukanya, karena hari itu adalah
hari Sabtu. Dia terlihat sangat cekatan, mungkin ia sudah biasa akan
hal ini. Tak butuh waktu lama hingga ia telanjang bulat. Payudaranya
sungguh indah. Gue taksir ukurannya sekitar 34C. Vaginanya ditumbuhi
rambut rambut tipis, yg menurut gue semakin membuat gue bergairah.
“Heii..kok bengong sih..buruan lepas seragam elo..atau mau gue lepasinn?” katanya, membuyarkan lamunan gue.
Gue diem aja saat itu. “Berarti iya nih?” ujarnya sambil mendekat ke
arah gue. Ekspresinya saat itu menunjukkan kalo ia sudah dilanda birahi.
Perlahan ia mengelus tengkuk gue. Lalu berpindah melepas kancing seragam
gue. Tak lupa ia melepas celana putih abu abu gue. Dan finally gue
tinggal pake celana dalam.
“Eh, apaan tuh yg nyembul?” kata dia sambil menunjuk ke arah tonggak
revolusi gue, dengan ekspresi sok polos yg menurut gue nyebelin banget.
“Masa’ belum dipegang udah bangunn..? Hmm..?” lanjutnya lagi, sambil
mengelus penis gue dari luar celana dalam. Uhh, rasanya sungguh enak.
Rasa ini mengingatkan gue saat petting dengan Sasa. Eh. Kenapa gue tiba
tiba teringat dengan Sasa?
Rasa bersalah itu kembali muncul. Gue kembali teringat akan ekspresi
lucunya saat kita bersama. Rasanya aneh jika gue memikirkan hal itu.
Tapi, sekali lagi, nafsu mengalahkan segalanya.
“Kak, aku udah pengen banget nih..boleh buka seragammu nggakk?” tanya gue malu malu.
“Nahh..gitu dongg..”katanya senang. Kali ini, dia memposisikan diri di
atas sebuah matras, yg dulu saat ospek belum ada di tempat itu.
Gue yg sudah tidak tahan dengan mukanya yg cantik itu, langsung menyerbu
bibirnya yg menggoda. Kini gue sudah berada di atas tubuh kak Nina,
menindih tubuhnya yg sangat sintal. Kancing bajunya sudah terbuka, entah
sejak kapan ia membukanya. Gue lalu melepaskan seragamnya, dan
membuangnya ke lantai. Kemudian terpampanglah bulatan payudara yg besar
di hadapan gue, meskipun masih ditutupi oleh sebuah bra merah jambu yg
sungguh menggoda. Kali ini gue kembali menatap matanya.
“Bolehh..?” kata gue sambil memandang ke arah dadanya. Dia hanya terdiam, tetapi senyum mengembang di wajahnya.
Tanpa banyak pikir lagi, gue langsung mencoba mencari pengait bra di
punggungnya. Tapi saat gue mencarinya, kak Nina dengan santainya malah
terkekeh.
“Nyari apa, rel? Nyari ini?” tanyanya, sambil menunjuk ke bra nya. Gue
pun tersenyum. Ternyata pengaitnya berada di depan. Tololnya gue.
“Hehehe..maaf kak, gak tau..”
“Udah..buruan dilanjutinn. Udah gak tahan nih..”
Gue pun melepas bra tersebut, dan kini terpambang dengan jelas, bulatan
payudaranya yg kencang dan mulus. Putingnya berwarna coklat, mungkin
sering dikenyot oleh ‘pelanggannya’ ya..hehe.
Gue meremas remas payudara itu dengan lembut. Kenyalnya terasa pas di
tangan gue. Gue lalu mencoba menggigit pelan puting sebelah kanan,
sedangkan yg sebelah kiri masih dalam remasan tangan gue.
“Ahh..enak rel..teruss”
Tangannya mencengkram erat punggung gue. Kukunya yg cukup panjang
mencakar punggung gue. Tangan kirinya mulai bergerilya di selangkangan
gue. Meremas lembut dua bola kebanggan gue. Fakk..enak banget!
“Kak, pindah posisi yuk? Tolong punyaku di oral dongg..udah gak tahan nihh..”
“Sabar kali..haha..” ucapnya sambil membetulkan posisinya. Kini gue yg
rebahan di mastras, sedangkan kak Nina duduk di depan gue sambil
membungkuk, mencoba membangkitkan tonggak kebesaran gue dengan
mengocoknya.
“Hmm..enak banget kakk..lebih cepet lagi dong..”
Dia mulai mengulum penis gue. Kulumannya terasa profesional sekali.
Terlihat kalau dia sudah biasa dengan hal ini. Meskipun tidak terlalu
dalam, tetapi rasanya enak sekali. Di tengah kulumannya itu, tiba tiba
ia memasukkan jari tengahnya ke dalam anus gue.
“Akkhhh..kak..itu jarinya kenapa masuk juga...??”
“Udah diem aja..nikmati aja service dari gue.”
Gue mencoba untuk menikmati perlakuan dari kak Nina. Awalnya memang
terasa aneh, tapi lama kelamaan berubah menjadi enak. Kombinasi tersebut
membuat gue merasa kalo gue sudah mau muncrat.
“Kak..kayaknya..bentar lagi..aku...k..keluar..” ujar gue dengan cepat, tak mampu menahan rasa nikmat ini.
“Eh..tunggu dulu..kok udah mau keluar sih..tahan duluu..” kata kak Nina.
Tiba tiba dia menekan pangkal penis gue. Terasa agak sakit, tapi gue
merasa kalau gue gak jadi ejakulasi.
“Yahh..elo emang bener bener perjaka yah? Haha. Masa’ baru digituin aja udah mau muncratt..” katanya sambil tertawa.
“Abisnya enak banget kak..” kata gue. Gue akuin service dari kak Nina
sungguh nikmat. Itu karena saat gue petting dengan Sasa, ia cenderung
pasif. Gue yg lebih banyak aktif. Jarang sekali dia aktif memberi
service kepada gue. Masih malu, mungkin.
“Ih..lucu banget sih eloo..hahaha.. Sekarang, gantian elo yg muasin gue. Bisa, kan?” kata kak Nina.
“Sedikit sedikit bisa kayaknya kak. Kan, Cuma belajar dari film. Hehehe..”
“Uhh..dasar anak cowok. Urusan BF mah nomer satu. Udah cepetan..habis ini gue ada ulangan Bahasa Jawa.”
“Nah itu ada ulangan, kok malah sange disini sih. Kalo aku giniin, jadi
tambah sange nggak,” ujar gue sambil mencolokkan jari tengah gue ke
vaginanya. Mudah sekali memasukkannya. Udah sering dipake kayaknya,,
hahaha..
Kali ini, gue mencoba memasukkan dua jari ke dalam vaginanya, dan masih
terasa mudah memasukannya. Berbeda dengan milik Sasa, dimana gue hanya
boleh mengelus bagian luarnya saja.
“Rell..sshhh..enaakk..teruss..lebih dalem lagii..”
Gue terus mengocok vaginanya. Kali ini mulai muncul suara cairan
kewanitaannya. Udah makin terangsang aja nih cewek. Gue yg mulai bosan
dengan posisi ini. Langsung mendorong tubuh kak Nina hingga rebahan di
matras. Gue lalu mulai mendekatkan mulut gue ke vaginanya. Tercium aroma
khas cairan kewanitaan. Tapi, menurut gue, bau ini berbeda dengan milik
pacar kesayangan gue. Jika millik Sasa wanginya sangat natural,
sedangkan milik kak Nina wangi tetapi seperti bau cairan pembersih
kewanitaan. Mungkin cara Sasa merawat mahkotanya tidak se-expert kak
Nina ya. Hehe.
Kembali lagi. Gue mulai menjilat bagian luarnya. Terasa gurih gurih
nikmat, hehe. Lidah gue mulai mencoba masuk ke dalam vaginanya. Tangan
gue tidak diam saja. Gue mengelus klitorisnya, sambil sesekali gue pilin
dan gue tarik pelan. Kak Nina pun mulai menggelinjang.
“Eh..rell..udah..berhenti. Gak kuat gue kalo digituin. Langsung dimasukkin ajaa..”
Gue pun menghentikan aktivitas gue. Gue lalu jongkok di hadapannya, lalu
menindih tubuh dari kak Nina. Gue mencoba menempatkan penis gue di
lubang masuk vaginanya, lalu gue coba untuk mendorongnya perlahan.
Tetapi meleset. Gue coba lagi, tapi meleset lagi. Kak Nina yg melihat
gue kebingungan pun tertawa cekikikan.
“Yaampunn..dasar perjaka. Masukin gitu aja gak bisa. Coba tenang dulu. Jangan grogi. Tatap mata gue, rel.”
Gue pun mengikuti perintah kak Nina. Gue menatap matanya. Matanya
berwarna hitam pekat. Tampak bahwa dia juga sedang menerawang ke arah
mata gue. Tapi, tiba tiba muncul bayangan Sasa di hadapan gue. Mukanya
yg cantik, sikapnya yg baik, kasih sayang yg ia berikan kepada gue,
sungguh berbanding terbalik dengan apa yg gue lakukan sekarang. Gue jadi
merasa bersalah kepadanya. Bagaimana perasaannya, jika dia tahu kalo
gue ML dengan orang lain selain dirinya. Ah, tak kuat lagi gue
membayangkan itu.
“Kak, kayaknya..kita udahan aja.” Ucap gue tegas. Gue pun berdiri, dan
mengambil seragam gue yg berserakan di lantai. Kak Nina hanya terbengong
melihat sikap gue.
“Kenapa elo tiba tiba berubah pikiran gini?” tanyanya. “Elo kepikiran
pacar lo?” lanjutnya. Gue hanya diam saja sambil mengenakan kembali
seragam gue.
“Elo cowok yg setia ya. Pacar lo pasti seneng punya cowok kayak elo.
Udah baik, ganteng, tajir, setia lagi. Jaman sekarang udah jarang nemuin
cowok yg gak mau dijak gituan sama cewek.” Puji dia.
“Gak gitu gitu amat kali, kak.” Akhirnya gue berbicara. “Aku Cuma
ngerasa gak enak sama pacar gue. Dia udah baik banget ke gue, masa’
harus gue bales dengan cara kayak gini. ‘Kan, nggak fair.”
“Udah ya kak. Kemaren aku ikhlas kok ngasih uang ke kakak. Gak usah
diganti. Aku Cuma mau ngasih saran, sebaiknya kakak nggak usah jual diri
kakak. Kakak itu cantik. Rugi kalo kakak jual diri kakak. Pasti banyak
cowok yg ngantri jadi pacar kakak..” kata gue panjang lebar, sok sokan
ngasih petuah.
“Tapi, masalahnya..” ucap kak Nina. ”..gue udah sering banget
diselingkuhin sama mantan mantan guee..” ucapnya sambil terisak pelan.
“Mungkin mereka udah tau, ya, kalo gue sering banget jual tubuh gue demi
uang jajan. Tapi, tanpa uang itu gue gabisa hidup, rell.. Gue kasihan
sama orang tua gue..”
Gue merasa iba dengan dia. Gue pun berjalan mendekati kak Nina. Gue merangkulnya. Ia pun langsung menangis dalam pelukan gue.
“Udah kakk..jangan nangis. Coba berhenti dari kebiasaan kakak yg ini.
Kalo memang kakak kesulitan saat nggak ada uang, lebih baik kakak kerja
sambilan..menurutku, itu jauh lebih baik daripada kayak gini..kan sayang
kalo cewek cantik kayak gini Cuma buat pemuas birahi..”
“Iyaa rell..makasih yaa..elo emang baik bangeett..” ucapnya. Di sela sela tangisannya, ia masih bisa tersenyum kecut.
“Dah ya kakk, aku mau balik ke kelas dulu. Habis ini gurunya killer. Gue takut kena semprot nih, hehe..”
“Iyaa..makasih ya rell..” ucapnya. Ia lalu mencium pipi gue. Gue pun
mengelap bekas air mata di pipinya. Gue akuin, kak Nina memang memiliki
kecantkan yg luar biasa. Wajahnya menampilkan wajah orang dewasa, yg
menjadi idaman gue dari dulu. Duh..semoga saja ia segera memiliki
gandengan yg dapat merawatnya dengan baik.
Saat gue melangkah ke luar gudang, entah hanya perasaan gue atau bukan,
gue melihat sekelebat bayangan di samping gudang. FYI, gudang itu
terletak d halaman belakang, dekat dengan pepohonan yg rimbun. Ah,
mungkin hanya perasaan gue aja kali. Gue pun mengabaikan hal itu.
---------------------------------------------------------------------------------
“Eh, sori sori. Tadi gue mbantuin temen kosan dulu. Laptopnya error..”
Orang yg gue maksud adalah Rara. Laptopnya muncul pop-up di kanan bawah
yg selalu muncul saat akan browsing.
“Uhhh..kirain kamu ketiduraann..”
“Ini jadinya kemana, sayangg?”
“Katanya mau ke Amplaz..?”
“Males tuhh..hmm..gimana kalo naik aja?”
“Naik? Naik ke mana? Ini kan kita udah naik mobill..”
“Yaelahh..maksudku, naik ke Kaliurang..gimana, mau nggak?”
“Wah bagus juga, tuh. Let’s gooo...”
Kami akhirnya memilih menghabiskan Saturday night di Kaliurang. Selama
kita pacaran, atau saat kita masih temenan, kita memang hanya ke tempat
yg itu itu aja. Baru kali ini kita pergi ke tempat yg agak jauh.
Kami berangkat dari rumah Sasa agak telat. Padahal rencana awal
berangkat habis maghrib. Tapi ternyata, kita baru sampai di Jombor jam
8.15. Selama perjalanan, Sasa bercerita panjang lebar tentang acara
kemah yg diadakan setelah kami Ujian Tengah Semester. Sasa adalah
perwakilan dari kelas kami yg bertugas sebagai panitia. Para panitia itu
telah memutuskan tempat tujuan dari acara tersebut.
“Tadi si Bayu udah mutusin, kalo kita akan kemah di Sekipan,
Tawangmangu. Acaranya 3 hari 2 malam. Kayaknya asik, yaa..” ujarnya.
Sasa memang belum pernah ikut acara pramuka, karena saat SMP dan SD ia
tidak mendapatkan pelajaran pramuka.
Setelah kami menempuh perjalanan sekitar 40 menit, akhirnya kami sampai
tujuan. Kami yg sudah lapar, langsung mencari makan di sekitar situ, dan
kami memutuskan untuk makan sate kelinci.
“Mas, sate nya dua porsi. Minumnya teh anget 1.” Ucap gue kepada penjual sate tersebut.
“Lho, kamu nggak minum?” tanya Sasa, heran dengan pesanan gue.
“Nggak usah, sayang..kan udah ada yg manis disini..” kata gue sambil mengecup pipinya.
“Ihh, paan sih..basi tau..” ucapnya sambil pura pura cemberut. Abang penjual sate nya pun tertawa melihat tingkah kami.
Di saat kami sedang mengobrol sambil menunggu pesanan, tiba tiba hujan turun dengan derasnya, disertai angin.
“Waduh, kok hujann sihh..” kata Sasa sambil berjalan mendekat ke arah
dalam tenda, karena tenda tersebut sepertinya hampir terbawa angin
saking kuatnya angin itu.
“Yahh..malming kita gagal nihh..” ucap gue sambil menatap ke arah hujan itu.
“Udah mass..dimakan dulu aja ini..sambil nunggu hujannya reda.” Tiba
tiba penjual sate itu sudah berada di samping kami sambil membawa
pesanan kami. “Tapi kayaknya, ini hujannya bakalan lama..”
“Emang di sini gak ada tempat yg bisa dinikmati pas lagi hujan hujan gini ya, mas?” tanya gue.
“Wahh..disini gak ada mass, apalagi malem malem kayak gini..mau liat apa
coba.” Katanya. “Eh, ada satu tempat sih yg mas bisa coba..” tambahnya.
“Eh..dimana mas?”
“Di hotel mas..hehe..” katanya sambil tersenyum ke arah Sasa, lalu
melengos pergi. Sasa hanya tersipu malu mendengar ucapan penjual sate
itu. Dasar.
Kami akhirnya menyantap sate tersebut dengan saling berhimpitan, karena
hawanya sangat dingin. Setelah santapan kami habis, kami masih dalam
posisi tersebut. Sasa terlihat menggemaskan saat itu. Karena sepertinya,
dia takut mendengar suara keras dari hujan yg menerpa tenda seperti
ini.
“Kamu takut ya, sayang?” tanya gue.
“Eh?” katanya sambil menoleh ke arah gue. “Enggak kok.”
“Lahh..terus, kenapa kok daritadi megang lengan aku terus?”
“Abisnya dingin sihhh..”
“Kok gemeteran gitu ya?”
“Ya kan dinginn..” ucapnya. Memang saat itu wajahnya terlihat pucat.
Entah karena kelelahan, atau karena kedinginan. Tapi tiba tiba, wajahnya
mendadak berubah menjadi cerah.
“Sayannggg..” panggilnya dengan nada manja.
“Hmmm?”
“Kamu kedinginan?”
“Enggak terlalu sih..emang kenapa? Mau minjem jaketku?” tanya gue.
“Enggakk..jaket mah kurang angett..”ucapnya. “Kamu..hmm..kamu mau yg anget anget nggakk?”
Gue terkejut mendengar ucapannya. “Hah? Emang kita mau ngapain disinii..ini kan tempat umum.”
“Ya nggak disini lahh..” ujarnya. “Kan tadi abangnya bilang, kita bisa di hotel kalo mau seneng seneng..”
“Di hotel? Maless ahh..nanti aja di kosan aku..” ucap gue.
“Hmm..beneran nggak mauu? Aku mau ngasih kejutan loohh buat kamuu..”
Hah? “Kejutan apalagi, sayangg?”
“Udah, pokoknya ayo ke hotel duluu..dingin nih disini..”
Gue berpikir sejenak. Sepertinya ide dari Sasa cukup baik juga. Kalo mau
balik ke Jogja agak males juga sih. Hujannya terlalu deras. Bisa bisa
nanti jalannya nggak keliatan. Akhirnya gue mengiyakan ajakan Sasa.
“Nahh gitu dongg..” ucapnya senang.
Gue pun membayar pesanan kami. Setelah memberikan uang kembalian, tiba
tiba abangnya berbisik di telinga gue. “Mau cari yg anget anget ya mas?
Coba aja cari tempat di ujung jalan ini, terus belok ke kiri..tempanya
asik bangett..” ucanya. Anjrit si abang ini, tapi gue akhirnya juga
mengucapkan terima kasih kepadanya atas saran yg ia berikan.
Abang itu pun mengantar kami ke mobil dengan sebuah payung. Setelah kami
berterima kasih kepadanya, gue pun mengemudikan mobil gue ke tempat yg
disarankan oleh abang tadi. Setelah tiba di tempat tujuan, gue terkesima
melihat hotel tersebut. Hotel itu terletak di tepi bukit, menghadap ke
arah Jogja. Bagus juga sarannya tadi. Gue pun memarkirkan mobil di
halaman hotel tersebut, kemudian mengambil payung di bagasi belakang.
“Wahh..tempatnya bagus bangett..udah pernah ke sini yaa?” tanya Sasa dengan wajah sumringah.
“Enggak, kok. Tadi Cuma insting aja yg membawa gue kesini.”
“Alah apaan sih..dah yuk..”
Kami pun melangkah ke hotel. Kami pun disambut oleh receptionist. Saat
disuruh menunjukkan kartu identitas, gue mengeluarkan SIM gue. Gue bisa
punya SIM karena gue nembak, hehe. Gue beralasan kalo E-KTP gue masih
dalam proses.
Setelah mendapatkan kunci kamar, kami pun diantar ke kamar kami. Begitu
kami membuka kamar, kami terkejut. Kamar tersebut sungguh mewah.
Perabotannya khas bintang lima. Bed nya juga ukuran large. Saat
melangkah ke ujung kamar, terdapat sebuah gorden. Saat gue buka,
ternyata itu adalah pintu ke arah balkon. Wahh..nikmat sekali kamar ini.
Padahal, saat di receptionist tadi, harga yg ditawarkan tidak semahal
hotel bintang lima.
Sasa melepas outernya, dan rebahan di kasur.
Gue yg juga sudah cukup lelah, ikutan rebahan di kasur.
“Jadii..?” gue membuka pembicaraan.
“Jadi..apa?” tanyanya.
“Apa kejutan yg mau kamu kasih ke aku?” tanya gue.
Dia tersenyum mendengar pertanyaan gue. Dia pun berpindah posisi menjadi
menindih gue. Dia lalu mencium lembut bibir gue. Gue pun balik membalas
perlakuannya. Hangat sekali bibir dari Sasa. Setelah cukup lama kita
ciuman, akhirnya ia melepaskan kecupannya. Ia menatap wajah gue dengan
tatapan santai, namun tajam.
“Sayangg..” ucapnya perlahan dengan nada lembut.
“Yaaaa??”
“Malam ini, kamu boleh merenggut kewanitaanku, sayangg.. Karena..aku..sangat..menyayangimuu..”
No comments:
Post a Comment