DIAN ANGGRAINI
FITRIANA RAHAYU
Hari pertama masuk sekolah setelah dua minggu liburan. Dan liburan kali
ini cukup berkesan menurutku, selain pengalaman liburan di Sembalun, aku
juga sempat menambah ‘kencan’ku dengan Triana di Senggigi kemarin.
Pagi ini rutinitasku sedikit berbeda seperti hari sekolah sebelumnya.
Kemarin Dian sempat main ke rumahku dan berpesan kalau hari ini aku
nebeng Arman saja ke sekolah, karena rencananya Dian ingin minta antar
ke bengkel untuk service mobilnya sepulang sekolah nanti.
Sesampainya di sekolah setelah memarkir motornya, Arman dan aku langsung
berjalan menuju kelas kami. Riuh rendah ku dengar siswa di sekolahku
saling bercerita pengalaman liburan mereka, tak ketinggalan juga
kelasku. Bedanya kelasku saling menceritakan pengalaman liburan yang
sama, ke desa Sembalun.
Aku langsung masuk kelas bergabung bersama teman temanku heboh
menceritakan pengalaman kami, terutama saat grup band kami manggung.
Banyak juga teman temanku yang menanyakan status hubunganku dengan
Triana, karena mereka pikir aku betulan pacaran dengan Triana. Aku hanya
tersenyum menjawab pertanyaan teman temanku. Hanya teman teman dekatku
saja yang mengetahui ceita aslinya seperti apa.
Tak lama kami bercanda di dalam kelas datanglah Triana dengan senyum merekahnya saat melihatku.
“Pandangan matamu menarik hati... Oh senyumanmu manis sekali...” Muji tiba tiba menyanyikan lagu dangdutnya A. Rafiq, menggoda Triana yang sedang menatapku.
“Lirikan mata, bego... bukan padangan mata...” Arman memprotes syair lagu yang dinyanyikan Muji.
“Biarin... Sirik aja ente... Ane maunya pake pandangan mata emang kenapa?” Balas Muji tidak mau kalah.
Kamipun tertawa mendengar jawaban Muji. Aku langsung mendekati Triana yang langsung berjalan menuju bangkunya.
“Pagi nyil... Seger banget keliatannya pagi ini.” Sapaku sambil meraih tangannya.
“Pagi juga pak cik... Kamu juga keliatan cakep pagi ini. Hhihi...” Jawabnya sedikit memujiku.
“Suit suiiitt... ada yang saling memuji pagi pagi gini... Duuhh mesra
banget kedengerannya...” Ucap Ayu. Aku dan Triana tersenyum simpul.
“Toge udah masuk kelas ya pak cik..?” Triana menanyakan Dian.
“Ga tau tuh... tadi aku ga bareng dia, katanya mau bawa mobil sendiri. Mungkin udah masuk” Jawabku.
“Lah... tau gitu tadi minta jemput sama kamu... Hhihi...”
“Tadi aku nebeng Arman nyil... Soalnya tar pulang sekolah mau langsung
anter Dian ke bengkel, mau servis mobilnya.” Ujarku. Triana hanya
menjawab ‘ooo’ dan langsung mengacuhkanku.
Saat hendak meletakkan tas dan duduk di bangkuku, tiba tiba Dian muncul dari samping jendela kelasku dan menyapa aku dan Triana.
“Halo sayangku...” Aku dan Triana langsung menoleh ke arah suara yang memanggil kami.
“Eh... Honey... kok baru dateng..?” Sapaku langsung berdiri hendak keluar menemui Dian.
“Togeee...!!! Kangeennn....” Teriak Triana mengejutkan kami yang ada di kelas.
“Yeee... Unyil... kurang kenceng teriaknya... Ga sekalian aja pinjem
microphone di lapangan upacara... Malu maluin aja manggil toge
segala...” Sungut Dian, namun kemudian kembali tersenyum dan menyuruh
Triana untuk keluar kelas.
Triana langsung menghampiri Dian dan merekapun saling berpelukan. Aku
hanya berani memegang tangan Dian saja, maklum masih di area sekolah.
“Unyiilll.... Lama ya ga ketemu dirimu, jadi kangen... Yayangku aku
ajakin maen ke rumahmu ga pernah mau, malah maen ke Arman mulu.” Sahut
Dian saat mereka menyelesaikan ritual peluk memeluk dan cipika cipiki.
“Tadi berangkat bareng sapa beib...?” Tanya Dian ke arahku.
“Pak cik bareng aku dooongg.... tadi pake meluk meluk segala. Hihihi...” Goda Triana, tepat sebelum aku menjawabnya.
“Enak dong...!! bisa nempel toketnya...pas lagi dingin dingin gini...”
Sahut Dian sedikit sewot ke Triana. Dan tanpa di sadari oleh Triana,
Dian yang masih memegang tanganku diam diam mencubitnya.
“Sakiiittt honeyyy... Unyil jangan macem macem ya...!! Aku nih yang jadi
pelampiasannya..!!” Omelku ke Triana. Triana hanya tertawa.
“Ga kok ge... becandaa... Tadi katanya pak cik dateng bareng Arman... Pasangan homonya... Hahaha...” Jawab Triana
“Cowok gue ga homo kalee... udah terbukti kok waktu di Kuta... Iya ga beib...”
“Yoi... Unyil sih belum ngerasain... Tar pasti ketagihan...” Jawabku.
“Eh... Berani...???” Sahut Dian sambil mengepalkan tangan dan langsung
mencubit perutku dibantu Triana yang sambil tersipu malu mendengar
jawabanku. Kembali aku hanya bisa berteriak kesakitan.
“Tuh Har... Harusnya orang pacaran tuh kayak gitu... Pacar pertama sama
madunya akrab... Makanya ente cari lagi tambahan buat nemenin Ayu...”
Tiba tiba Arman dan Hari sudah berada di samping kami dan menggoda kami
yang sedang bercanda. Aku, Dian dan Triana hanya tertawa mendengar kata
kata Arman.
“Wooo... Berani ikutin saran Arman tak potong sosismu... Aku kasi makan
bleki...” Sewot Ayu yang juga sudah ikut ngumpul bersama kami. Kamipun
tertawa melihat Hari yang masih saja membujuk Ayu untuk tidak
mendengarkan kata kata Arman tadi.
“Eh... tar abis upacara nongkrong di kantin yuk... kangen pengen
nongkrong dikantin bareng kalian lagi. Palingan tar masih belum ada
pelajaran.” Ajak Dian ke teman temanku.
Tak lama kemudian Bel tanda masuk pun berbunyi. Kami langsung menuju ke
lapangan upacara untuk mengikuti upacara bendera di hari pertama masuk
sekolah ini.
Saat semua kelas mulai mengatur barisan hendak memulai upacara bendera,
kelasku masih asyik ngobrol sendiri dan bercanda. Hingga kelas kamipun
di hampiri bu Ainun dan memarahi kami. Akhirnya selama upacara bendera
berlangsung, bu Ainun tetap mendampingi kelas kami dengan berdiri di
belakang kami.
Hingga tiba saat pidato kepala sekolah kami memberikan pengarahan, tiba
tiba secara bersamaan muncul beberapa orang berpakaian polisi ikut
berjalan bersama bapak kepala sekolah. Kami semua langsung terdiam.
Terutama aku yang begitu kaget ketika melihat orang yang sedang berjalan
bersama kepala sekolah kami.
“Pet... itu kan bokapnya Dian... Ngapain dia kesini? Nah loh... Mampus
ente dicariin ke sekolah...” Arman langsung membisiki aku dan
menakutiku.
“Mampus kowe pet... Bokapnya Dian bawa pasukan... Ente mau dimintain pertanggung jawaban.” Surya ikut mengomentari.
Aku yang awalnya hanya sedikit kaget jadi lumayan keder juga mendengar
celotehan Arman dan Surya, apalagi hampir seluruh teman sekelasku
langsung berpaling menghadapku sambil tersenyum. Aku langsung melihat bu
Ainun dengan ekspresi wajah bertanya, namun bu Ainun malah tersenyum
dan mengisyaratkan untuk memperhatikan ke depan.
“Selamat pagi anak anakku sekalian.. Hari ini sekolah kita kedatangan
tamu dari Polda NTB yang akan memberikan pengarahan tentang Generasi
muda dan bahaya narkotika. Bapak harap kalian bisa menyimaknya dengan
baik. Untuk itu saya persilahkan dari pihak kepolisian untuk memulai
pengarahannya.” Kepala sekolah kami membuka pidatonya sambil
memperkenalkan tamunya.
Setelah dipersilakan oleh kepala sekolah, Ayahnya Dian langsung maju ke
atas mimbar kemudian mulai berpidato memberikan pengarahan kepada kami.
Kami yang awalnya berdiri dipersilahkan duduk bersila di lapangan
upacara sambil tetap mendengarkan pengarahan ayahnya Dian. Lumayan lama
Ayahnya Dian berpidato di depan kami. Seperti sudah menjadi kebiasaan
kami yang tidak pernah bisa fokus mendengarkan orang yang sedang pidato,
kelas kami malah asyik ngobrol sendiri tanpa memperhatikan pidato
ayahnya Dian, hingga tiba tiba...
“Sebagai contoh generasi muda yang patut kita acungi jempol, Kemarin
saat liburan sekolah saya sempat diajak oleh anak saya yang kebetulan
bersekolah disini untuk mengunjungi temannya yang sedang mengadakan
kegiatan bakti sosial dan pagelaran pentas seni untuk masyarakat desa
Sembalun. Saya sangat salut dengan kegiatannya yang masih peduli
lingkungan dan masyarakat sekitar. Liburan diisi dengan kegiatan yang
bermanfaat, bukan untuk hura hura atau bahkan mabuk mabukan.” Kami sudah
bisa menebak kemana arah pidato ayahnya Dian.
Kami yang tadinya tidak begitu memperhatikan langsung fokus mendengarkan
ceramahnya. Kami semua mulai bisik bisik dan tersenyum saat
mendengarkan pidato ayahnya Dian.
“Saya sengaja datang kesini khusus untuk memberikan penghargaan kepada
para siswa yang kemarin sudah melaksanakan kegiatan bakti sosial, untuk
itu saya mengundang kelas II Sos 3 semuanya untuk maju dan bersedia
menerima piagam penghargaan yang diberikan oleh Polda NTB melalui saya.”
Kamipun langsung bersorak gembira diiringi tepukan tangan dari seluruh siswa yang mengikuti upacara bendera hari ini.
Kami maju dan menyalami ayahnya Dian serta rombongan satu persatu
sebelum menerima piagam penghargaan. Saat aku menyalami ayahnya Dian,
aku langsung mencium tangannya, Ayahnya Dian menegurku dan tersenyum.
Teman temanku dan teman sekelas Dian langsung bersorak riuh meneriaki
aku.
Akhirnya setelah bersalaman bu Ainun sebagai wali kelas kami dan Widi
yang menjadi ketua kelas maju mewakili kami menerima piagam penghargaan.
Kamipun kembali bersorak dan bertepuk tangan gembira. Tampak raut wajah
bahagia dipancarkan di wajah bu Ainun.
Tak sedikit dari kami yang terharu menyaksikan moment indah ini, aku
yakin teman temanku membayangkan bagaimana kami yang dulu sangat urakan
di kelas bahkan sempat kena skorsing oleh kepala sekolah gara gara kelas
kami berantakan, sekarang berubah drastis seratus delapan puluh derajat
menjadi kelas yang bisa mengharumkan nama sekolah. Entah itu ada campur
tangan Dian yang merayu ayahnya untuk pergi ke Sembalun kemarin atau
memang benar benar murni karena kegiatan positif kami.
Setelah selesai upacara bendera kami tidak langsung masuk, kami
nongkrong dulu di lapangan upacara sambil masih becanda. Bu Ainun
menghampiri kami dan memberitahukan bahwa kegiatan kami di Sembalun
kemarin dibuatkan mading dan sudah di pajang di tembok mading sekolah.
Kamipun berebut untuk melihat mading tentang berita liburan kami. Banyak
kulihat foto foto kegiatan kami yang di pajang oleh pengurus mading.
Namun ada satu space mading yang paling banyak dilihat oleh para siswa.
“Pet... Coba liat ini... Mading ini isinya foto foto ente aja banyakan.”
Tiba tiba Arman memanggilku dan menunjukkan kolom mading yang sedang
dikerubutin para siswa.
Namun alangkah kagetnya aku setelah berada di depan mading tersebut.
Mading yang lumayan besar dengan judul yang sengaja ditulis besar besar ‘MOMENT OF THE MONTH’. Memang isinya banyak foto foto candid
teman temanku yang sedang bercanda ataupun foto kegiatan kami
diantaranya saat manggung, mendengarkan penjelasan Kepala Desa, dan lain
lain.
Yang membuatku kaget ternyata banyak fotoku dan Triana yang diambil
tanpa sengaja saat kami sedang duduk berdua atau sedang terlihat
bermesraan. Tampak foto saat Triana sedang merebahkan kepalanya di
dadaku saat kami sedang duduk sewaktu mengobrol dengan teman teman, atau
foto saat kami sedang saling bersuapan saat makan, foto di lapangan
sepak bola saat aku sedang jongkok dibelakang Triana sambil menggelitiki
pinggangnya sedangkan Triana duduk di depanku kegelian sambil memegang
topiku.
Yang paling parah adalah foto saat aku sedang berpelukan dengan Triana, yang seolah olah kami hendak berciuman.
“Wuiiihhh.... Parah neh... Sapa sih yang masang foto ini... Di liat Dian
bisa mampus ane...” Sahutku panik dan berusaha membuka kotak mading
tersebut.
“Abis dah ente pet... Makanya ane bilang juga apa... Jangan main api...” Arman semakin menakutiku.
“Astaga... Pak cik... Kenapa foto kita bisa begini...? Kapan
ngambilnya?” Tiba tiba Triana yang sudah disampingku berkata panik
sambil ikut berusaha membuka kotak mading tersebut.
“Tau nih nyil... Sapa sih editornya nih mading... kok ga di sortir dulu foto yang mau ditampilin..” Omelku.
Siswa yang sudah terlanjur melihat mading tersebut langsung menoleh ke arah aku dan Triana dan langsung berkata...
“Wew... Ini dia artis kita... keren keren gayanya. Mesra banget pasangan ini, cocok dah kalo dikasi gelar ‘Couple of the month’. Serasi banget..”
Waduh... bahaya neh... Aku langsung celingak celinguk memperhatikan
sekitar, mencari apakah Dian ada disini. Aku sudah bersiap menerima
apapun yang akan Dian lakukan terhadap kami.
Untungnya Dian sepertinya tidak ada disini, tadi sempat kulihat Dian
ikut berjalan bersama ayahnya kemudian pergi menuju kelasnya.
Triana langsung menarikku menjauh dari mading tersebut dan mengajakku
untuk pergi mencari tempat yang sedikit sepi untuk berbicara.
“Pak cik... kita harus cari yang buat mading itu, terus minta tolong
buat ngelepas foto foto kita yang keliatan mesra. Aku ga enak sama Dian
nih...” Ucapnya panik.
“Iya nyil... Tar coba tanya Widi aja, sapa tau dia ngerti sapa yang
masang. Kalo yang jepret sih kemarin yang pegang kamera kalo ga salah si
Clara.” Jawabku.
“Kita berdua harus ngomong sama Dian, biar dia ga marah pak cik...
sebelum dia ngeliat sendiri foto foto itu dan salah paham.” Lanjut
Triana.
Akupun mengiyakan ucapan Triana, kamipun langsung berpisah. Aku langsung
bergegas mencari Widi dan Triana mencari Clara. Setelah menemui Widi
dan bertanya siapa penanggung jawab mading, aku mencari orang yang di
sebut Widi. Ternyata pengurus mading adalah teman sekelasku, si Budi
yang memang terkenal sangat aktif di semua kegiatan ekskul sekolah.
“Bud... Kamu ya yang masang mading di depan perpus..?” Tanyaku tanpa salam dan permisi saat menemui Budi di dalam kelasku.
“Yoi bro... Gimana... Keren kan... Apalagi fotomu sama Triana, bagus
semua kan...” Ucapnya bangga dengan hasil karyanya yang telah sukses
membuatku panik.
“Bagus pala lu licin... Cabut semua fotoku sama Triana...!! Kamu masang foto ga ijin dulu sama orangnya..!!” Omelku.
“Ngapain di cabut... udah bagus gitu kok... Kalian keliatan mesra
banget... Temen temen yang lain jadi iri loh liat hubungan kalian...”
Sahutnya cuek.
“Iyaa... Tapi cewek ane juga bisa jadi iri negliat foto itu... Kasian Triana nanti kena getahnya.” Aku menjelaskan alasannya.
“Lhoo... Salah sendiri kenapa masih mesra mesraan sama cewek lain kalo
udah punya cewek.” Ngeyelnya sambil memainkan rambutnya yang setipis
jembut di kepalanya yang licin.
Emosiku sedikit meninggi mendengar jawaban Budi. Aku langsung menghampirinya dan menggenggam kerah bajunya.
“Kalo sampe nanti jam istirahat aku masih liat foto itu di mading,
jangan salahin aku kalo nanti nasibmu sama kayak seniormu di paskib
dulu...!!!” Ancamku sambil mendorongnya hingga Budi jatuh terduduk dan
terjengkang di kursinya.
Teman teman yang melihatku langsung melerai dan menahanku. Widi bahkan
merangkulku dan mengingatkan untuk tidak mencari masalah di kelas.
“Kalem broo.... Jangan maen ancem gitu dong... Saya kan ga salah pasang
fotomu disana, bagus ini...” Budi masih saja merasa dirinya tidak
bersalah. Aku yang udah terlanjur emosi langsung hendak menerjangnya,
namun ditahan oleh Widi.
“Heh culun...!! Ente sudah salah masih ngeyel juga. Salahnya ente tuh ga
minta ijin dulu sama kopet ini atau Triana buat pasang foto mereka. Itu
kan termasuk privasi mereka, kenapa ente malah sebarin di mading...”
Bentak Arman membelaku.
“Lhoo... Saya kan hanya menjalankan tugas yang sudah diserahkan ke saya,
sesuai mandat dari sekolah dan sebagai pengurus mad...” PLAK...!!!
Belum sempat Budi menyelesaikan omongannya, sebuah penghapus papan tulis
mendarat mulus di jidatnya yang lebar, yang kulempar dengan penuh
perasaan jengkel.
Tidak terima dengan perlakuanku, Budi langsung melompat menyerangku, namun segera di tahan oleh teman temanku.
“Lepasin dia...!! Kalo emang dia keberatan ane lempar, sini... ane ladenin ente...” Tantangku.
Teman temanku langsung melepaskan pegangannya ke Budi. Dan sepertinya
Budi masih berambisi untuk membalasku, dia langsung menerjangku membabi
buta. Aku yang sedikit tenang hanya menghindar ke samping sehingga
membuat Budi menerjang ruang kosong dan terhuyung. Akupun memanfaatkan
momen terhuyungnya Budi dan langsung memitingnya dan mencekik lehernya
dari belakang kemudian membantingnya.
Tampak Budi kesakitan dan sedikit susah bernapas. Aku langsung menduduki
badannya sambil masih tetap mencekik lehernya. Teman temanku yang
menonton langsung panik, terutama yang cewek kemudian berteriak sehingga
mengundang perhatian siswa lain yang berada diluar kelasku.
Widi dan Arman yang berusaha melerai kami langsung aku tepis tangannya. Masih dengan perasaan emosi aku tetap mencekik Budi.
“Ini Cuma peringatan buatmu..!! Kalo sampai nanti jam istirahat aku
masih liat foto itu, aku jamin kamu ga bisa masuk sekolah seminggu...!!”
Ancamku lagi. Budi berusaha melepaskan cekikanku namun tidak berhasil.
Akhirnya Budi memohon kepadaku untuk melepaskan tanganku di lehernya.
“Makanya Bud... jangan sok sokan ngelawan kalo udah tau salah... Coba
kalo foto ente dipajang gitu... sedangkan ente udah punya cewek, gimana
perasaan ente...” Arman kembali menceramahi Budi.
Aku kemudian bangkit dan mengulurkan tanganku membantu Budi berdiri.
Kembali aku mengingatkan Budi untuk melepas semua foto mesraku dengan
Triana atau aku sortir dulu mana yang boleh di pajang.
Saat hendak membantu Budi berdiri, tiba tiba dari arah pintu masuk
muncul Triana bersama Dian. Tampak wajah Dian sangat ketakutan.
“Pak cik...!!!”
Triana berteriak memanggilku. Dian dan Triana langsung menghampiriku dan
menarikku yang sedang membantu Budi berdiri. Mereka menarikku keluar
kelas.
“Kamu mau jadi berandalan ya di sekolah ini...!!” Omel Dian sambil
memukul dadaku. Matanya sudah mulai memerah menahan tangisnya.
“Enggak Honey... Kamu ga tau masalahnya sih... Aku ga berantem kok..” Sahutku membela diri, berusaha menenangkannya.
“BOHONG..!! Tadi kata unyil kamu mukulin temenmu..!! Kamu berantem di dalam kelas..!!” Ucap Dian masih emosi.
“Bukan berantem honey... Tadi Cuma adu argumen aja... Dia sih pake ngeyel segala...”
“Pak cik... Jadi si Budi yang...” Triana kaget dan tak melanjutkan
ucapannya. Aku hanya mengangguk pelan menjawabnya. Sedangkan Dian jadi
tambah bingung melihat tingkah kami berdua.
“Kenapa kalian berdua ini kok tingkahnya jadi aneh gini..?” Dian bertanya dengan tatapan curiga ke arah kami.
“Udah lah nyil... mending tunjukin aja ke Dian, daripada di sembunyiin.
Tar malah lain lagi ceritanya.” Sahutku sambil menarik Dian menuju
perpustakaan.
Dian yang masih bingung sedikit menolak ajakanku namun tetap kupaksa Dian untuk mengikutiku. Sedangkan Triana nampak khawatir.
Sesampainya di depan ruang perpustakaan aku menunjukkan Dian mading yang
dibuat oleh Budi. Trianapun semakin khawatir sambil memperhatikan raut
wajah Dian.
“Tuh... Liat foto foto yang dipajang Budi di mading... Gimana ga emosi
ngeliatnya.” Ujarku sambil menunjuk mading yang ada fotoku dan Triana.
Dian tampak memperhatikan foto foto tersebut, sedangkan Triana wajahnya
mulai nampak takut.
“Hmm... Bagus juga... Keren neh yang ngambil foto... Kok ga ada fotoku
sih...” Ucap Dian santai. Aku hanya saling berpandangan dengan Triana,
bingung melihat reaksi Dian yang biasa aja.
“Ga ada yang aneh menurutmu...?” Pancingku lagi.
“Biasa aja tuh... foto kalian sedang bercanda.. terus duduk ngumpul...
ga ada yang istimewa... Apalagi ga ada fotoku.” Sahut Dian kalem.
“Kamu ga marah ge ngeliat foto foto itu?” Tanya Triana lebih mempertegas lagi.
“Ngapain pake marah ngeliat foto kalian lagi bercanda...”Aku dan Triana
langsung menghela napas lega.Ternyata Dian tidak mempermasalahkan foto
kami.
“Tapi kok kalian bisa mesra sih di foto itu...? Malah pake mau ciuman segala...”
-----------------------------------------
No comments:
Post a Comment